1. Analisis Kasus Depresi
1.1 Contoh Kasus :
Sebuah
laporan kasus oleh braswel dan kendall (1988) menggambarkan terapi
kognitif-behavioral pada seorang remaja perempuan berusia 15 tahun yang
mengalami depresi :
“ ketika
bertemu untuk pertama kali sharon tampak sangat disforik, berulangkali berfikir
untuk bunuh diri dan menunjukkan sejumlah simtom-simtom vegetatif depresi.
Setelah di terapi dengan obat antidepresi, ia mulai menjalani terapi
kognitif-behavioral untuk depresi. Ia mampu memahami bahwa moodnya di pengaruhi
oleh berbagai pemikiran serta perilakunyadan mampu membuat rencana behafioral
untuk meningkatkan terjadinya peristiwa yang menyenangkan dan berorientasi pada
penguasaan keterampilan. Sharon memiliki standar yang sangat tinggi dalam
mengavaluasi prestasinya di sejumlah bidang, dan akhirnya diketahui bahwa orang
tuanya juga berperan dalam penentuan standar tersebut, sehingga dilakukan
beberapa sesi terapi keluarga untuk mendorong sharon dan orang tuanya
mengevaluasi standar tersebut.
Sharon
sulit menerima saran untuk mengubah standar tersebut dan mengatakan bahwa bila
sedang tidak dalam kondisi depresi dalam kenyataannya perfeksionisme tersebut
adalah nilai yang dianutnya. Pada titik ini a menolak terapi karena
menganggapnya sebagai upaya untuk mengubah sesuatu merupakan nilai bagi
dirinya. Dalam mempertimbangkan hal tersebut, kami mulai menggali dan
mengidentifikasi sebagai situasi atau bidak dimana perfeksionisme tersebut
bermanfaat baginya dan kapan, serta bagaimana perfeksionisme itu justru
merugikan. Ia mulai merasa semangkin nyaman dengan perspektif tersebut dan
memutuskan untuk tetap menggunakan standar yang tinggi bagi prestsi dalam
bidang matimatika (yang jelas menjadi kekuatannya), namun ia tidak perlu
terlalu menuntut dirinya dalam bidang seni atau fisika”.
1.2 Definisi
Depresi
Depresi adalah suatu kondisi
yang lebih dari suatu keadaan sedih, bila kondisi depresi seseorang sampai menyebabkan
terganggunya aktivitas sosial sehari-harinya maka hal itu disebut sebagai suatu
Gangguan Depresi. Beberapa gejala Gangguan Depresi adalah perasaan sedih, rasa
lelah yang berlebihan setelah aktivitas rutin yang biasa, hilang minat dan
semangat, malas beraktivitas, dan gangguan pola tidur. Depresi merupakan salah
satu penyebab utama kejadian bunuh diri.
Penyebab
suatu kondisi depresi meliputi:
·
Faktor organobiologis karena
ketidakseimbangan neurotransmiter di otak terutama serotonin
·
Faktor psikologis karena tekanan beban
psikis, dampak pembelajaran perilaku terhadap suatu situasi sosial
·
Faktor sosio-lingkungan misalnya karena
kehilangan pasangan hidup, kehilangan pekerjaan, paska bencana, dampak situasi
kehidupan sehari-hari lainnya
Menurut Diagnostic and Statistical Manual IV - Text
Revision (DSM IV-TR) (American Psychiatric Association, 2000), seseorang
menderita gangguan depresi jika: A. Lima (atau lebih) gejala di bawah telah ada
selama periode dua minggu dan merupakan perubahan dari keadaan biasa seseorang;
sekurangnya salah satu gejala harus (1) emosi depresi atau (2) kehilangan minat
atau kemampuan menikmati sesuatu.
1. Keadaan
emosi depresi/tertekan sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir setiap
hari, yang ditandai oleh laporan subjektif (misal: rasa sedih atau hampa) atau
pengamatan orang lain (misal: terlihat seperti ingin menangis).
2. Kehilangan
minat atau rasa nikmat terhadap semua, atau hampir semua kegiatan sebagian
besar waktu dalam satu hari, hampir setiap hari (ditandai oleh laporan
subjektif atau pengamatan orang lain)
3. Hilangnya
berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet atau bertambahnya berat
badan secara signifikan (misal: perubahan berat badan lebih dari 5% berat badan
sebelumnya dalam satu bulan)
4. Insomnia
atau hipersomnia hampir setiap hari
5. Kegelisahan
atau kelambatan psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh orang lain,
bukan hanya perasaan subjektif akan kegelisahan atau merasa lambat)
6. Perasaan
lelah atau kehilangan kekuatan hampir setiap hari
7. Perasaan
tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak wajar(bisa
merupakan delusi), dan mengganggap bahwa sumber dari setiap masalah adalah
dirinya
8. Berkurangnya
kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi, atau sulit membuat keputusan,
hampir setiap hari (ditandai oleh laporan subjektif atau pengamatan orang lain)
9. Berulang-kali
muncul pikiran akan kematian (bukan hanya takut mati), berulang-kali muncul
pikiran untuk bunuh diri tanpa rencana yang jelas, atau usaha bunuh diri atau
rencana yang spesifik untuk mengakhiri nyawa sendiri
Gejala-gejala tersebut juga harus menyebabkan
gangguan jiwa yang cukup besar dan signifikan sehingga menyebabkan gangguan
nyata dalam kehidupan sosial, pekerjaan atau area penting dalam kehidupan
seseorang.
Cara menanggulangi depresi berbeda-beda sesuai
dengan keadaan pasien, namun biasanya merupakan gabungan dari farmakoterapi dan
psikoterapi atau konseling. Dukungan dari orang-orang terdekat serta dukungan
spiritual juga sangat membantu dalam penyembuhan.
Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu
mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan
baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah
(Hurlock, 1998). Oleh karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami masalah
psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat
terjadinya perubahan sosial.
Kehidupan yang penuh stres pada saat ini seperti
adanya bencana yang terjadi dimana-mana, dan berbagai peristiwa hidup yang
menyedihkan dapat menyebabkan remaja mengalami depresi. Perlu diketahui bahwa
remaja pun bisa kena depresi dan kalau tidak diatasi, episode depresi dapat
berlanjut hingga remaja tersebut dewasa. Tetapi yang paling membahayakan dari
depresi adalah munculnya ide bunuh diri atau melakukan usaha bunuh diri. Hinton
(1989) mengatakan bahwa meskipun depresi yang diderita tidak parah namun risiko
untuk bunuh diri tetap ada.
1.3 Analisis Kasus
A.
Depresi
Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu
mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan
baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah
(Hurlock, 1998). Oleh karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami masalah
psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat
terjadinya perubahan sosial.
Kehidupan yang penuh stres seperti pada kasus diatas,
Sharon
memiliki standar yang sangat tinggi dalam mengavaluasi prestasinya di sejumlah
bidang, yang menyebabkan Sharon mengalami depresi.
Perlu diketahui bahwa remaja pun bisa terkena depresi. Jika tidak diatasi,
episode depresi dapat berlanjut hingga remaja tersebut dewasa. Tetapi yang
paling membahayakan dari depresi adalah munculnya ide bunuh diri atau melakukan
usaha bunuh diri. Hinton (1989) mengatakan bahwa meskipun depresi yang diderita
tidak parah namun risiko untuk bunuh diri tetap ada.
Depresi merupakan suatu gangguan mental yang
spesifik yang ditandai dengan adanya perasaan sedih, putus asa, kehilangan
semangat, merasa bersalah, lambat dalam berpikir, menurunnya motivasi untuk
melakukan aktivitas, dll. Hinton (1989) mengatakan bahwa masa remaja merupakan
masa perubahan hormonal, perubahan tingkat dan pola hubungan social sehingga
remaja cenderung mempersepsikan orang tua secara berbeda. Selain itu, masa
pertumbuhan remaja, jarang yang berlangsung dengan lancar. Banyak masalah yang
terjadi dan bisa makin serius hingga menyebabkan depresi yang berkepanjangan.
Remaja yang mengalami depresi akan menjadi apatis dan menyalahkan dirinya
sendiri sehingga merasa enggan untuk mencari pertolongan.
Depresi dapat mengakibatkan dampak yang merugikan
bagi si penderita seperti terganggunya fungsi sosial, fungsi pekerjaan,
mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi, mengalami ketidak berdayaan yang
dipelajari, bahkan hingga tindakan bunuh diri yang menyebabkan kematian.
Remaja hanya mengurung diri di kamar, hilangnya rasa percaya diri,
hilangnya semangat hidup, hilangnya kreativitas, antusiasme dan optimisme. Dia
tidak mau bicara dengan orang-orang, tidak berani berjumpa dengan orang-orang,
berpikir yang negative tentang diri sendiri dan tentang orang lain, hingga
hidup terasa sangat berat dan melihat masalah lebih besar dari dirinya. Remaja
jadi pesimis memandang hidupnya, seakan hilang harapan, tidak ada yang bisa
memahami dirinya, dan sebagainya.
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean
Piaget merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan
operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya
para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah
yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian
rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif
pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir
secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir
multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa
adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya
dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman
masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan
rencana untuk masa depan.
Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja
mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka. Pada kenyataan, di
negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat banyak remaja
(bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap perkembangan
kognitif operasional formal ini. Sebagian masih tertinggal pada tahap
perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang
digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai
dimensi. Jelas sekali dalam kasus Bambang ini, dia belum mampu mencapai tahap
perkembangan kognitif operasional formal. Bambang sebenarnya jelas telah
melakukan proses berpikir dalam setiap masalah yang ia hadapi, namun semakin ia
berpikir semakin ia tidak mampu mendapatkan jawaban atas permasalahan yang
sedang ia hadapi. Permasalahan – permasalahan tersebut ia represi terus menerus
hingga akhirnya ia tidak mampu lagi menahannya. Tapi dalam proses berpikir itu
Bambang belum mampu melihat masalah dari berbagai dimensi, dia hanya melihat
masalahnya dari sudut pandangnya sendiri. Dia belum mampu berpikir luas,
belum mampu melihat keadaan luar yang jelas lebih menyedihkan daripada
hidupnya. Yang dia pikirkan hanyalah bagaimana mengakhiri penderitaannya
dengan segera, dan bunuh dirilah yang menjadi keputusannya, tanpa memikirkan
masa depannya.
Syamsu Yusuf dalam bukunya yang berjudul Mental
Hygiene menjelaskan indikator dan penyebab masalah kesehatan mental, yaitu :
· Perasaan
sedih dan tak berdaya
· Sering
marah-marah atau bereaksi yang berlebihan terhadap sesuatu
· Perasaan
tak berharga
· Perasaan
takut, cemas atau khawatir yang berlebihan
· Kurang
konsentrasi
· Merasa
bahwa kehidupan ini sangat berat
· Perasaan
pesimis menghadapi masa depan
Gangguan
Perilaku,yaitu :
· Mengkonsumsi
alkohol atau obat-obat terlarang
· Suka
mengganggu hak-hak orang lain atau melanggar hukum
· Melakukan
perbuatan yang dapat mengancam kehidupannya sendiri
·
Secara kontiniu melakukan diet atau memiliki obsesi untuk memiliki tubuh yang
langsing
· Menghindar
dari persahabatan atau senang hidup sendiri
Penyebab
Masalah Kesehatan Mental Remaja:
1. Faktor
biologis, seperti: genetika, ketidakseimbangan kimiawi dalam tubuh menderita
penyakit kronis, dan kerusakan system syaraf pusat.
2. Faktor
psikologis, misalnya: frustasi, konflik, terlalu pesimis, kurang mendapat atau
bahkan tidak mendapat kasih sayang, dan kurang mendapat pengakuan dari
kelompok.
3.
Faktor lingkungan, seperti: merebaknya film-film porno, film bertema kejahatan
dan pornoaksi, mudahnya mendapatkan minuman keras, obat-obatan terlarang,
mudahnya mendapatkan alat kontrasepsi yang tidak terkontrol, majalah porno,
kehidupan hedonistik, materialistik, merebaknya premanisme, kurang kontrol
sosial, salah berteman, dan sebagainya.
Depresi pada remaja harus segera ditangani karena
kalau berkepanjangan, dapat mengakibatkan bunuh diri yang berujung pada
kematian seperti pada kasus ini. Makin lama seseorang mengalami depresi,
makin lemah daya tahan mentalnya, makin habis energynya, makin habis
semangatnya, makin terdistorsi pola pikirnya sehingga dia tidak bisa melihat
alternative solusi, tidak bisa melihat ke depan, tidak menemukan harapan, tidak
bisa berpikir positif. Ini menyebabkan remaja melihat bahwa bunuh diri menjadi
solusi satu-satunya.
Sebenarnya masalah depresi akan lebih baik ditangani
dengan psikoterapi karena dengan psikoterapi, remaja dibantu untuk menemukan
akar permasalahannya dan melihat potret diri secara lebih obyektif. Psikoterapi
ditujukan untuk membangun pola pikir yang obyektif dan positif, rasional dan
membangun strategi / mekanisme adaptasi yang sehat dalam menghadapi masalah.
Perlu diingat bahwa keterbukaan remaja untuk mengemukakan masalah yang sedang
dihadapinya akan membantu proses penyembuhan dirinya. Ada beberapa terapi yang
dapat dilakukan untuk mengatasi depresi pada remaja, yaitu:
· membantu
remaja yang sedang bermasalah untuk memperbaiki distorsi kognitif dalam memandang
diri dan masa depan sehingga akan memunculkan suatu kekuatan dari dalam dirinya
bahwa dirinya mampu untuk mengatasi masalah tersebut
· membantu
remaja memahami, mengidentifikasi perasaan, meningkatkan rasa percaya diri,
meningkatkan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dan mengatasi
konflik yang sedang dialami.
Banyak faktor yang menentukan keberhasilan terapi
seperti usia remaja saat awal mengalami depresi, beratnya depresi, motivasi,
kualitas terapi, dukungan orangtua, kondisi keluarga (apakah orangtua juga
menderita depresi atau tidak, ada atau tidak konflik dengan keluarga, kehidupan
yang penuh stres atau tidak, dsb). Selain itu, juga diperlukan terapi keluarga
untuk mendukung kesembuhan remaja penderita depresi. Dalam terapi keluarga,
keluarga remaja yang depresi ikut mendiskusikan bagaimana cara yang terbaik
untuk mengurangi sikap saling menyalahkan, orangtua remaja juga diberi tahu
seluk beluk kondisi anaknya yang depresi sehingga diharapkan orangtua dan
anggota keluarganya akan membantu dalam mengidentifikasi gejala-gejala depresi
anaknya dan menciptakan hubungan yang lebih sehat. Selain keluarga, remaja juga
pasti membutuhkan sahabat dan di sinilah peran kita sebagai sahabat mereka,
jadi jangan pernah meninggalkan mereka dalam keadaan apapun, jadilah pendengar
yang baik bagi mereka, jangan pernah menggurui mereka.
B. Bunuh Diri
Banyak motif bunuh diri yang di kemukakan
(Mintz,1968), yaitu : agresi yang dibalikkan kepada diri sendiri, pembalasan
yang dilakukan dengan cara menimbulkan perasaan bersalah pada orang lain, upaya
untuk memaksakan cinta dari orang lain, upaya untuk melakukan perubahan atas
kesalahan yang dilihat pada masa lalu, upaya untuk menyingkirkan perasaan yang
tidak dapat diterima, seperti ketertarikan seksual kepada lawan jenis,
keinginan untuk rengkarnasi, keinginan untuk bertemu dengan orang yang dicintai
yang telah meninggal, dan keinginan atau kebutuhan untuk melarikan diri dari
stres, kehancuran, rasa sakit, atau kekosongan emosional.
Banyak profesional kesehatan mental kontenporer
menganggap bunuh diri secara umum sebagai upaya individu untuk menyelesaikan
masalah, yang dilakukan dalam keadaan stres berat dan ditandai pertimbangan
atas alternatif yang sangat terbatas dimana akhirnya penihilan muncul sebagai
solusi terbaik (Linehan & Shearin,1988).
Suatu teori tentang bunuh diri yang didasari
penelitian dalam bidang psikologi sosial dan kepribadian menyatakan bahwa
beberapa tindakan bunuh diri dilakukan karena keainginan kuat untuk lari dari
kesadaran yang menyakitkan atas kegagalan dan berkurangnya keberhasilan yang
diatribusikan orang yang bersangkutan pada dirinya (Baumeister,1990 dalam
Psikologi Abnormal,2010). Kesadaran ini mungkin diasumsikan menimbulkan
penderitaan emosional yang berat seperti depresi.
Teori psikoanalisis freud- pada dasarnya freud
menganggap bunuh diri sebagai pembunuhan, sebuah perluasan atas teorinya
mengenai depresi, ketika seseorang kehilangan orang yang dicintai sekaligus
dibencinya, dan meleburkan ornag tersebut dengan dirinya, agresi diarahkan
kedalam. Jika perasaan ini cukup kuat, oarang yang bersangkutan akan bunh diri.
Teori sosiologis durkheim- Emile Durkheim
(1897,1951), seseorang sosiologis terkenal, menganalisis berbagai laporan bunuh
diri dari berbagai negara dan periode sejarah dan menyimpulkan bahwa penihilan
diri sendiri dapat di pahami secara sosiologis. Ia membedakan tiga jenis bunih
diri, yaitu.
1. Bunuh diri egostik
Dilakukan
oleh orang-orang yang memiliki sedikit ketertarikan dengan keluarga,
masyarakat, atau komunitas. Orang-orang ini merasa terasingkan dari orang lain,
tidak memiliki dukungan sosial yang penting agar mereka dapat tetap berfungsi
secara adaptif sebagai mahluk sosial.
2. Bunuh diri
altrualistik
Dianggap
sebagai respon terhadap berbagai tuntutan sosial. Beberapa orang yang bunuh
diri merasa sangat menjadi bagian suatu kelompok dan pengorbanan diri untuk
melakukan hal yang dianggapnya akan menjadi kebaikan bagi masyarakatnya.
Beberapa bunuh diri altrualistik, seperti hara-kiri jepang, dianggap sebagai
satu-satunya pilihan terhormat dalam kondisi tertentu.
3. Bunuh diri anomik
Bunuh
diri ini dapat dipacu oelh perubahan mendadak dalam hubungan seseoran dengan
masyarakat. Anomi dapat menyebabkan ketidakseimbangan dalam masyarakat, membuat
bunuh diri semangkin mungkin dilakukan.
Treatmen klien yang berniat bunuh diri beragam,
tergantung kepada konteks sebagai mana niat dan bahaya yang dimunculkan.
Mayoritas pendekatan intervensi menyatukan dukungan keterlibatan terapeutik
yang terarah.
2.
Hubungan
Kesehatan Mental dengan Social Support
A.
Pengertian
Kesehatan Mental
Kesehatan
mental alih bahasa dari Mental Hygiene atau mental Health. Definisi-definisi
yang diajukan para ahli diwarnai oleh keahlian masing-masing. Menurut
World Health Organization dalam Winkel (1991) disebutkan : Sehat adalah
suatu keadaan berupa kesejahteraan fisik,mental dan social secara penuh dan
bukan semata-mata berupa absensinya penyakit atau keadaan lemah tertentu.
Dedinisi ini memberikan gambaran yang luas dalam keadaan sehat,mencangkup
berbagai aspek sehingga diharapkan dapat mewujudkan kesejahteraan hidup. dapat
memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin dan membawa
kepada kebahagiaan bersama serta mencapai keharmonisan jiwa dalam hidup.
Menurut pengertian para
ahli:
1. Menurut
Dr. Jalaluddin dalam bukunya “Psikologi Agama” bahwa: “Kesehatan mental
merupakan suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman
dan tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara
lain melalui penyesuaian diri secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya
kepada Tuhan)”.
2. Menurut
paham ilmu kedokteran, kesehatan mental merupakan suatu kondisi yang
memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari
seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan individu tersebut.
3. Zakiah
Darodjat, terhindarnya seseorang dari gejala-gejala ganggun dan penyakit jiwa,
dapat menyesuaikan diri, dapat memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada
semaksimal mungkin dan membawa kebahagiaan bersama serta mencapai keharmonisan
jiwa dalam hidup.
4. Allport,
manusia sehat adalah manusia yang mencapai kematangan.
5. Maslow,
manusia sehat adalah manusia yang mampu mengaktualisasikan dirinya dan mencapai
kebahagiaan.
B.
Kesehatan
Mental
Kesehatan
mental adalah keserasian atau kesesuaian antara seluruh
aspek psikologis dan dimiliki oleh seorang untuk dikembangkan secara optimal
agar individu mampu melakukan kehidupan-kehidupan sesuai dengan
tuntutan-tuntutan atau nilai-nilai yang berlaku secara individual, kelompok
maupun masyarakat luas sehingga yang sehat baik secara mental maupun secara
sosial. Sikap hidup individu yang sehat dan normal adalah sikap yang sesuai
dengan norma dan pola hidup kelompok masyarakat, sehingga ada relasi
interpersonal dan intersosial yang memuaskan.
Perkembangan Gerakan
Kesehatan Mental
Gerakan Kesehatan
Mental berkembang seiring dengan adanya revolusi pemahaman masyarakat me ngenai
mental yang sehat dan cara-cara penanganannya, terutama di masyarakat barat.
Adapuntahap-tahapan perkembangan gerakan kesehatan mental, yaitu:
Tahap-tahap
Perkembangan kesehatan Mental
1. Tahap
Demonologi (sebelum abad pertengahan)
Kesehatan
mental dikaitkan dengan kekuatan gaib, kekuatan spiritual, setan dan makhluk
halus, ilmu sihir, dan sejenisnya. Gangguan mental terjadi akibat kegiatan yang
menentang kekuatan gaib tersebut. Sehingga bentuk penanganannya, tidak ilmiah
dan kurang manusiawi, seperti: upacara ritual, penyiksaan atau perlakuan
tertentu terhadap penderita dengan maksud mengusir roh jahat dari dalam tubuh
penderita.
2. Tahap
Pengenalan Medis (4 abad SM – abad ke-6 M)
Mulai
4 abad SM muncul tokoh-tokoh bidang medis (Yunani): Hipocrates, Hirophilus,
Galenus, Vesalius, Paracelsus, dan Cornelius Agrippa, mulai menggunakan konsep
biologis yang penanganannya lebih manusiawi. Gangguan mental disebabkan
gangguan biologis atau kondisi biologis seseorang, bukan akibat roh jahat.
Mendapat pertentangan keras dari aliran yang meyakini adanya roh jahat.
3. Tahap
Sakit Mental dan Revolusi Kesehatan Mental
Mulai
muncul pada abad ke-17: Renaissance (revolusi Prancis), dengan tokohnya:
Phillipe Pinel. Mengutamakan: persamaan, kebebasan, dan persaudaraan dalam
penanganan pasien gangguan mental di rumah sakit secara manusiawi. Terjadi
perubahan dalam: pemikiran mengenai penyebab gangguan mental dan cara
penanganan dan upaya penyembuhan. Tokoh-tokoh lain yang mendukung adalah :
·
William Tuke (abad 18), di Inggris:
perlakuan moral pasienasylum
·
.Benjamin Rush (1745-1813), di Amerika
Serikat: merupakan bapak kedokteran jiwa Amerika.
·
Emil Kraepelin (1855-1926), di Jerman:
menyusun klasifikasi gangguan mental pertama.
·
Dorothea Dix (1802-1887), di Amerika:
mengajar dan memberikan bantuan kemanusiaan kepada masyarakat miskin dan
komunitas perempuan di penjara.
·
Clifford Beers (1876-1943), di Amerika:
pengusaha yang mendirikan gerakan kesehatan mental di Amerika.
4. Tahap
Pengenalan Faktor Psikologis (Abad ke-20)
Merupakan Revolusi Kesehatan Mental ke-2: munculnya
pendekatan psikologis (Psikoanalisa) yang mempelopori penanganan penderita
gangguan mental secara medis dan psikologis. Tokoh utamanya adalah Sigmund
Freud, yang
Kesehatan Mental
Melakukan: penanganan hipnose, katarsis, asosiasi
bebas, analisis mimpi. Tujuannya adalah mengatasi masalah mental individu
dengan menggali konflik intrapsikis penderita gangguan mental. Intervensi
tersebut dikenal dengan istilah penanganan klinis (psikoterapi).
5. Tahap
Multifaktorial
Mulai berkembang setelah Perang Dunia II. Kesehatan
mental dipandang tidak hanya dari segi psikologis dan medis, tetapi melibatkan
faktor interpersonal. Keluarga, masyarakat, dan hubungan sosial. Interaksi
semua faktor tersebut diyakini mempengaruhi kesehatan mental individu dan
masyarakat. Merupakan Revolusi ke-3 Gerakan Kesehatan Mental dengan tokohnya:
Whittingham Beers (buku ”A Mind That Found Itself”), William James, dan Adolf
Meyer. Menurut pandangan ini, penanganan penderita gangguan mental, lebih baik
dilakukan sejak tahap pencegahannya, yaitu:
1. Pengembangan
perbaikan dalam perawatan dan terapi terhadap penderita gangguan mental.
2. Penyebaran
informasi yang mengarah pada sikap inteligen dan humanis pada penderita
gangguan mental.
3. Mengadakan
riset terkait
4. Mengembangkan
praktik pencegahan gangguan mental.
5. Adapun
organisasi terkait yang berkembang, antara lain: Society for Improvement The
Condition of The Insane (London-1842) dan American Social Hygiene Association
(AS-1900).
C.
Social
Support
Pierce (dalam Kail and Cavanaug, 2000) mendefinisikan
dukungan sosial sebagai sumber emosional, informasional atau pendampingan yang
diberikan oleh orang- orang disekitar individu untuk menghadapi setiap
permasalahan dan krisis yang terjadi sehari- hari dalam kehidupan. Diamtteo
(1991) mendefinisikan dukungan sosial sebagai dukungan atau bantuan yang
berasal dari orang lain seperti teman, tetangga, teman kerja dan orang- orang
lainnya.
Gottlieb (dalam Smet, 1994) menyatakan dukungan
sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal maupun non verbal, bantuan
nyata, atau tindakan yang didapatkan karena kehadiran orang lain dan mempunyai
manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihah penerima. Sarafino (2006)
menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain,
merawatnya atau menghargainya. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Saroson
(dalam Smet, 1994) yang menyatakan bahwa dukungan sosial adalah adanya
transaksi interpersonal yang ditunjukkan dengan memberikan bantuan pada
individu lain, dimana bantuan itu umunya diperoleh dari orang yang berarti bagi
individu yang bersangkutan. Dukungan sosial dapat berupa pemberian infomasi,
bantuan tingkah laku, ataupun materi yang didapat dari hubungan sosial akrab
yang dapat membuat individu merasa diperhatikan, bernilai, dan dicintai.
Rook (1985, dalam Smet, 1994) mendefinisikan
dukungan sosial sebagai salah satu fungsi pertalian sosial yang menggambarkan
tingkat dan kualitas umum dari hubungan interpersonal yang akan melindungi
individu dari konsekuensi stres. Dukungan sosial yang diterima dapat membuat
individu merasa tenang, diperhatikan, timbul rasa percaya diri dan kompeten.
Tersedianya dukungan sosial akan membuat individu merasa dicintai, dihargai dan
menjadi bagian dari kelompok. Senada dengan pendapat diatas, beberapa ahli
Cobb, 1976; Gentry and Kobasa, 1984; Wallston, Alagna and Devellis, 1983;
Wills, 1984 : dalam Sarafino, 1998) menyatakan bahwa individu yang memperoleh
dukungan sosial akan meyakini individu dicintai, dirawat, dihargai, berharga
dan merupakan bagian dari lingkungan sosialnya. Menurut Schwarzer and Leppin,
1990 dalam Smet, 1994; dukungan sosial dapat dilihat sebagai fakta sosial atas
dukungan yang sebenarnya terjadi atau diberikan oleh orang lain kepada individu
(perceived support) dan sebagai kognisi individu yang mengacu pada persepsi
terhadap dukungan yang diterima (received support).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
dukungan sosial adalah dukungan atau bantuan yangh berasal dari orang yang
memiliki hubungan sosial akrab dengan individu yang menerima bantuan. Bentuk
dukungan ini dapat berupa infomasi, tingkah laku tertentu, ataupun materi yang
dapat menjadikan individu yang menerima bantuan merasa disayangi, diperhatikan
dan bernilai.
Faktor-
faktor yang mempengaruhi Dukungan Sosial
Menurut
stanley (2007), faktor- faktor yang mempengaruhi dukungan sosial adalah sebagai
berikut
1. Kebutuhan
Fisik
Kebutuhan fisik dapat
mempengaruhi dukungan sosial. Adapun kebutuhan fisik meliputi sandang, pangan
dan papan. Apabila seseorang tidak tercukupi kebutuhan fisiknya maka seseorang
tersebut kurang mendapat dukungan sosial.
2. Kebutuhan
Sosial
Dengan aktualisasi diri
yang baik maka seseorang lebih kenal oleh masyarakat daripada orang yang tidak
pernah bersosialisasi di masyarakat. Orang yang mempunyai aktualisasi diri yang
baik cenderung selalu ingin mendapatkan pengakuan di dalam kehidupan
masyarakat. Untuk itu pengakuan sangat diperlukan untuk memberikan penghargaan.
3. Kebutuhan
Psikis
Dalam kebutuhan psikis
pasien pre operasi di dalamnya termasuk rasa ingin tahu, rasa aman, perasaan
religius, tidak mungkin terpenuhi tanpa bantuan orang lain. Apalagi jika orang
tersebut sedang menghadapi masalah baik ringan maupun berat, maka orang tersebut
akan cenderung mencari dukungan sosial dari orang- orang sekitar sehingga
dirinya merasa dihargai, diperhatikan dan dicintai.
Klasifikasi
Dukungan Sosial
Menurut
Cohen & Syme (1985), mengklasifikasikan dukungan sosial dalam 4 kategori
yaitu :
1. Dukungan
informasi, yaitu memberikan penjelasan tentang situasi dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi individu. Dukungan ini,
meliputi memberikan nasehat, petunjuk, masukan atau penjelasan bagaimana
seseorang bersikap.
2. Dukungan
emosional, yang meliputi ekspresi empati misalnya mendengarkan, bersikap
terbuka, menunjukkan sikap percaya terhadap apa yang dikeluhkan, mau memahami,
ekspresi kasih sayang dan perhatian. Dukungan emosional akan membuat si
penerima merasa berharga, nyaman, aman, terjamin, dan disayangi.
3. Dukungan
instrumental adalah bantuan yang diberikan secara langsung, bersifat fasilitas
atau materi misalnya menyediakan fasilitas yang diperlukan, meminjamkan uang,
memberikan makanan, permainan atau bantuan yang lain.
4. Dukungan
appraisal atau penilaian, dukungan ini bisa terbentuk penilaian yang positif,
penguatan (pembenaran) untuk melakukan sesuatu, umpan balik atau menunjukkan
perbandingan sosial yang membuka wawasan seseorang yang sedang dalam keadaan
stres.
Menurut
Sheridan & Radmacher (1992):
Pendapat Sheridan & Radmacher (1992) menyatakan
bahwa dukungan sosial merupakan transaksi interpersonal yang melibatkan aspek-
aspek informasi, perhatian emosi, penilaian dan bantuan instrumental. Ciri-
ciri setiap aspek tersebut oleh Smet (1994) dan Taylor (1995), dijelaskan
sebagai berikut :
1. Informasi
dapat berupa saran- saran, nasihat dan petunjuk yang dapat dipergunakan oleh
korban dalam mencari jalan keluar untuk pemecahan masalahnya.
2. Perhatian
emosi berupa kehangatan, kepedulian dan dapat empati yang meyakinkan korban,
bahwa dirinya diperhatiakan orang lain.
3. Penilaian
berupa penghargaan positif, dorongan untuk maju atau persetujuan terhadap
gagasan atau perasaan individu lain.
4. Bantuan
instrumental berupa dukungan materi seperti benda atau barang yang dibutuhkan
oleh korban dan bantuan finansial untuk biaya pengobatan, pemulihan maupun
biaya hidup sehari- hari selama korban belum dapat menolong dirinya sendiri.
Menurut
Wangmuba (2009):
Dukungan sosial mencakup dukungan informasi berupa
saran nasehat, dukungan perhatian atau emosi berupa kehangatan, kepedulian dan
empati, dukungan instrumental berupa bantuan meteri atau finansial dan
penilaian berupa penghargaan positif terhadap gagasan atau perasaan orang lain.
Menurut House dalam Depkes (2002) yang dikutip oleh
Ninuk (2007;29), dukungan sosial diklasifikasikan menjadi 4 jenis yaitu :
·
Dukungan emosional
Dukungan ungkapan
empati, kepedulian, dan perhatikan terhadap orang bersangkutan.
·
Dukungan penghargaan
Terjadi lewat ungkapan
hormat atau penghargaan positif untuk orang lain itu, dorongan maju atau
persetujuan dengan gagasan perasaan individu dan perbandingan positif orang
dengan orang lain misalnyaorang itu kurang mampu atau lebih buruk keadaannya
atau menambah harga diri.
·
Dukungan instrumental.
Mencakup bantuan
langsung misalnya dengan memberi pinjaman uang kepada orang yang membutuhkan
atau menolong dengan memberi pekerjaan pada orang yang tidak punya pekerjaan.
·
Dukungan informative
Mencakup pemberian
nasihat, saran, pengetahuan, informasi serta petunjuk.
Menurut
Sheridan dan Radmacher (1992), Sarafino (1998) serta Taylor (1999); membagi
dukungan sosial kedalam 5 bentuk, yaitu :
·
Dukungan instrumental (tangible or
instrumental support)
Bentuk dukungan ini
merupakan penyediaan materi yang dapat memberikan pertolongan langsung seperti
pinjaman uang, pemberian barang, makanan serta pelayanan. Bentuk dukungan ini
dapat mengurangi kecemasan karena individu dapat langsung memecahkan masalahnya
yang berhubungan dengan materi. Dukungan instrumental sangat diperlukan dalam
mengatasi masalah yang dianggap dapat dikontrol.
·
Dukungan informasional
(informational support)
Bentuk dukungan ini
melibatkan pemberian informasi, pengetahuan, petunjuk, saran atau umpan balik
tentang situasi dan kondisi individu. Jenis informasi seperti ini dapat
menolong individu untuk mengenali dan mengatasi masalah dengan lebih mudah.
·
Dukungan emosional (emotional
support)
Bentuk dukungan ini
melibatkan rasa empati, ada yang selalu mendampingi, adanya suasanya
kehangatan, dan rasa diperhatikan akan membuat individu memiliki perasaan
nyaman, yakin, diperdulikan dan dicintai oleh sumber dukungan sosial sehingga
individu dapat menghadapi masalah dengan lebih baik. Dukungan ini sangat
penting dalam menghadapi keadaan yang dianggap tidak dapat dikontrol.
·
Dukungan pada harga diri (esteem
support)
Bentuk dukungan ini
berupa penghargaan positif pada individu, pemberian semangat, persetujuan pada
pendapat individu dan perbandingan yang positif dengan individu lain. Bentuk
dukungan ini membantu individu dalam membangun harga diri dan kompetensi.
·
Dukungan dari kelompok sosial
(network support)
Bentuk dukungan ini
akan membuat individu merasa menjadi anggota dari suatu kelompok yang memiliki
kesamaan minat dan aktivitas sosial dengan kelompok. Dengan begitu individu
akan memiliki perasaan senasib.
Cakupan
Dukungan Sosial
Menurut
Saranson (1983) yang dikutip oleh Kuntjoro (2002), dukungan sosial itu selalu
mencakup 2 hal yaitu :
1. Jumlah
sumber dukungan sosial yang tersedia
Merupakan persepsi
individu terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan saat individu
membutuhkan bantuan (pendekatan berdasarkan kuantitas).
2. Tingkat
kepuasan akan dukungan sosial yang diterima
Tingkatan kepuasan akan dukungan sosial
yang diterima berkaitan dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya akan
terpenuhi (pendekatan berdasarkan kualitas).
Sumber-sumber
Dukungan Sosial
Menurut
Rook dan Dootey (1985) yang dikutip oleh Kuntjoro (2002), ada 2 sumber dukungan
sosial yaitu sumber artifisial dan sumber natural.
1. Dukungan
sosial artifisial
Dukungan sosial
artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam kebutuhan primer
seseorang, misalnya dukungan sosial akibat bencana alam melalui berbagai
sumbangan sosial.
2. Dukungan
sosial natural
Dukungan sosial yang
natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupanya secara
spontan dengan orang- orang yang berada di sekitarnya, misalnya anggota
keluarga (anak, isteri, suami dan kerabat), teman dekat atau relasi. Dukungan
sosial ini bersifat non- formal.
Sumber dukungan sosial yang bersifat natural berbeda
dengan sumber dukungan sosial yang bersifat artifisial dalam sejumlah hal.
Perbedaan tersebut terletak dalam hal sebagai berikut ;
·
Keberadaan sumber dukungan sosial
natural bersifat apa adanya tanpa dibuat- buat sehingga lebih mudah diperoleh
dan bersifat spontan.
·
Sumber dukungan sosial yang natural
memiliki kesesuaian dengan norma yang berlaku tentang kapan sesuatu harus
diberikan.
·
Sumber dukungan sosial yang natural
berakar dari hubungan yang telah berakar lama.
·
Sumber dukungan sosial yang natural
memiliki keragaman dalam penyampaian dukungan sosial, mulai dari pemberian
barang- barang nyata hingga sekedar menemui seseorang dengan penyampaian salam.
·
Sumber dukungan sosial yang natural
terbebas dari beban dan label psikologis .
Menurut
Wangmuba (2009), sumber dukungan sosial yang natural terbebas dari beban dan
label psikologis terbagi atas :
·
Dukungan sosial utama bersumber dari
keluarga.
Mereka adalah orang-
orang terdekat yang mempunyai potensi sebagai sumber dukungan dan senantiasa
bersedia untuk memberikan bantuan dan dukungannya ketika individu membutuhkan.
Keluarga sebagai suatu sistem sosial, mempunyai fungsi- fungsi yang dapat menjadi
sumber dukungan utama bagi individu, seperti membangkitkanpersaan memiliki
antara sesama anggota keluarga, memastikan persahabatan yang berkelanjutan dan
memberikanrasa aman bagi anggota- anggotanya.
Menurut Argyle
(dalam Veiel & Baumann,1992), bila individu dihadapkan pada suatu stresor
maka hubungan intim yang muncul karena adanya sistem keluarga dapat menghambat,
mengurangi, bahkan mencegah timbulnya efek negatif stresor karena ikatan dalam
keluarga dapat menimbulkan efek buffering (penangkal) terhadap dampak stresor.
Munculnya efek ini dimungkinkan karena keluarga selalu siap dan bersedia untuk
membantu individu ketika dibutuhkan serta hubungan antar anggota keluarga
memunculkan perasaan dicintai dan mencintai. Intinya adalah bahwa anggota
keluarga merupakan orang- orang yang penting dalam memberikan dukungan
instrumental, emosional dan kebersamaan dalam menghadapi berbagai peristiwa
menekan dalam kehidupan.
·
Dukungan sosial dapat bersumber dari
sahabat atau teman.
Suatu studi yang
dilakukan oleh Argyle & Furnham (dalam Veiel & Baumann,1992) menemukan
tiga proses utama dimana sahabat atau teman dapat berperan dalam memberikan
dukungan sosial. Proses yang pertama adalah membantu meterial atau
instrumental. Stres yang dialami individu dapat dikurangi bila individu
mendapatkan pertolongan untuk memecahkan masalahnya. Pertolongan ini dapat
berupa informasi tentang cara mengatasi masalah atau pertolongan berupa uang.
Proses kedua adalah dukungan emosional. Perasaan tertekan dapat dikurangi
dengan membicarakannya dengan teman yang simpatik. Harga diri dapat meningkat,
depresi dan kecemasan dapat dihilangkan dengan penerimaan yang tulus dari
sahabat karib. Proses yang ketiga adalah integrasi sosial. Menjadi bagian dalam
suatu aktivitas waktu luang yang kooperatif dan diterimanya seseorang dalam
suatu kelompok sosial dapat menghilangkan perasaan kesepian dan menghasilkan
perasaan sejahtera serta memperkuat ikatan sosial.
·
Dukungan sosial dari masyarakat,
misalkan yang peduli terhadap korban kekerasan.
Dukungan ini mewakili
anggota masyarakat pada umumnya, yang dikenal dengan Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) dan dilakukan secara profesional sesuai dengan kompetensi yang dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Hal ini berkaitan dengan faktor- faktor
yang mempengaruhi efektifitas dukungan sosial yaitu pemberi dukungan sosial.
Dukungan yang diterima melalui sumber yang sama akan lebih mempunyai arti dan
berkaitan dengan kesinambungan dukungan yang diberikan, yang akan mempengaruhi
keakraban dan tingkat kepercayaan penerima dukungan.
Proses yang terjadi
dalam pemberian dan penerimaan dukungan itu dipengaruhi oleh kemampuan penerima
dukungan untuk mempertahankan dukungan yang diperoleh. Para peneliti menemukan
bahwa dukungan sosial ada kaitannya dengan pengaruh- pengaruh positif bagi
seseorang yang mempunyai sumber- sumber personal yang kuat. Kesehatan fisik
individu yang memiliki hubungan dekat dengan orang lain akan lebih cepat sembuh
dibandingkan dengan individu yang terisolasi.
Komponen- komponen dalam Dukungan
Sosial
Para ahli berpendapat bahwa dukungan sosial dapat
dibagi ke dalam berbagai komponen yang berbeda- beda. Misalnya menurut Weiss
Cutrona dkk (994;371) yang dikutip oleh Kuntjoro (2002), mengemukakan adanya 6
komponen dukungan sosial yang disebut sebagai “The social provision scale”
,dimana masing- masing komponen dapat berdiri sendiri- sendiri, namun satu sama
lain saling berhubungan. Adapun komponen- komponen tersebut adalah ;
1. Kerekatan
emosional (Emotional Attachment)
Merupakan perasaan akan
kedekatan emosional dan dan rasa aman. Jenis dukungan sosial semacam ini
memungkinkan seseorang memperoleh kerekatan emosional sehingga menimbulkan rasa
aman bagi yang menerima. Sumber dukungan sosial semacam ini yang paling sering
dan umum adalah diperoleh dari pasangan hidup atau anggota keluarga atau teman
dekat atau sanak saudara yang akrab dan memiliki hubungan yang harmonis.
2. Integrasi
sosial (social integrasion)
Merupakan perasaan
menjadi bagian dari keluarga, tempat seseorang berada dan tempat saling berbagi
minat dan aktivitas. Jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan seseorang
untuk memperoleh perasaan memiliki suatu keluarga yang memungkinkanya untuk
membagi minat, perhatian serta melakukan kegiatan yang sifatnya rekreatif atau
secara bersamaan. Sumber dukungan semacam ini memungkinkan mendapat rasa aman,
nyaman serta memiliki dan dimilki dalam kelompok.
3. Adanya
pengakuan (Reanssurance of Worth)
Meliputi pengakuan akan
kompetensi dan kemampuan seseorang dalam keluarga. Pada dukungan sosial jenis
ini seseorang akan mendapat pengakuan atas kemampuan dan keahliannya serta
mendapat penghargaan dari orang lain atau lembaga. Sumber dukungan semacam ini
dapat berasal dari keluarga atau lembaga atau instansi atau perusahaan atau
organisasi dimana seseorang bekerja.
4. Ketergantungan
yang dapat diandalkan (Reliable alliance)
Meliputi kepastian atau
jaminan bahwa seseorang dapat mengharapkan keluarga untuk membantu semua
keadaan. Dalam dukungan sosial jenis ini, seseorang akan mendapatkan dukungan sosial
berupa jaminan bahwa ada orang yang dapat diandalkan bantuannya ketika sseorang
membutuhkan bantuan tersebut. Jenis dukungan sosial ini pada umunya berasal
dari keluarga.
5. Bimbingan
(Guidance)
Dukungan sosial jenis
ini adalah adanya hubungan kerja ataupun hubungan sosial yang dapat
memungkinkan seseorang mendapat informasi, saran, atau nasehat yang diperlukan
dalam memenuhi kebutuhan dan mangatasi permasalahan yang dihadapi. Jenis
dukungan sosial ini bersumber dari guru, alim ulama, pamong dalam masyarakat,
dan juga figur yang dituakan dalam keluarga.
6. Kesempatan
untuk mengasuh (Opportunity for Nurturance)
Suatu aspek penting
dalam hubungan interpersonal akan perasaan yang dibutuhkan oleh orang lain.
Jenis dukungan sosial ini memungkinkan seseorang untuk memperoleh perasaan
bahwa orang lain tergantung padanya untuk memperoleh kesejahteraan. Sumber
dukungan sosial ini adalah keturunan (anak- anaknya) dan pasangan hidup.
7. Aspek
hubungan sosial pada pasien
Seseorang yang
hubungannya dekat dengan keluarganya akan mempunyai kecenderungan lebih sedikit
untuk stres dibandingkan seseorang yang hubungannya jauh dengan keluarga
(Stanley, 2007).
Heller
dkk (1986) mengemukakan ada 2 komponen dukungan sosial, yaitu;
1. Penilaian
yang mempertinggi penghargaan
Komponen penilaian yang mempertinggi penghargaan
mengacu pada penilaian seseorang terhadap pandangan orang lain kepada dirinya.
Seseorang menilai seksama evaluasi seseorang terhadap dirinya dan percaya
dirinya berharga bagi orang lain. Tindakan orang lain yang menyokong harga diri
seseorang, semangat juang dan kehidupan yang baik.
2. Transaksi
interpersonal yang berhubungan dengan kecemasan
Komponen transaksi interpersonal yang berhubungan
dengan kecemasan mengacu pada adanya seseorang yang memberikan bantuan
ketika ada masalah. Seseorang memberikan bantuan untuk memecahkan masalah
dengan menyediakan informasi untuk menjelaskan situasi yang berhubungan dengan
kecemasan. Bantuan ini berupa dukungan emosional, kognitif yang distruktur
ulang dan bantuan instrumental.
Bentuk
Dukungan Sosial
Menurut Kaplan and Saddock (1998), adapun bentuk
dukungan sosial adalah sebagai berikut ;
1. Tindakan
atau perbuatan
Bentuk nyata dukungan sosial berupa tindakan yang
diberikan oleh orang disekitar pasien, baik dari keluarga, teman dan
masyarakat.
2. Aktivitas
religius atau fisik
Semakin bertambahnya usia maka perasaan religiusnya
semakin tinggi. Oleh karena itu aktivitas religius dapat diberikan untuk
mendekatkan diri pada Tuhan.
3. Interaksi
atau bertukar pendapat
Dukungan sosial dapat dilakukan dengan interaksi
antara pasien dengan orang- orang terdekat atau di sekitarnya, diharapkan
dengan berinteraksi dapat memberikan masukan sehingga merasa diperhatikan oleh
orang di sekitarnya.
Dampak Dukungan Sosial
Dukungan sosial merupakan bantuan atau dukungan yang
diterima individu dari orang- orang tertentu dalam kehidupannya. Diharapkan
dengan adanya dukungan sosial maka seseorang akan merasa diperhatikan, dihargai
dan dicintai. Dengan pemberian dukungan sosial yang bermakna maka seseorang
akan mengatasi rasa cemasnya terhadap pembedahan yang akan dijalaninya (Suhita,
2005).
Dukungan sosial dapat memberikan kenyamanan fisik
dan psikologis kepada individu dapat dilihat dari bagaimana dukungan sosial
mempengaruhi kejadian dan efek dari keadaan kecemasan. Lieberman (1992)
mengemukakan bahwa secara teoritis dukungan sosial dapat menurunkan munculnya
kejadian yang dapat mengakibatkan kecemasan. Apabila kejadian tersebut muncul,
interaksi dengan orang lain dapat memodifikasi atau mengubah persepsi individu
pada kejadian tersebut dan oleh karena itu akan mengurangi potensi munculnya
kecemasan.
Dukungan sosial juga dapat mengubah hubungan antara
respon individu pada kejadian yang dapat menimbulkan kecemasan. Kecemasan itu
sendiri mempengaruhi strategi untuk mengatasi kecemasan dan dengan begitu
memodifikasi hubungan antara kejadian yang menimbulkan kecemasan dan efeknya.
Pada derajat dimana kejadian yang menimbulkan kecemasan mengganggu kepercayaan
diri dan dukungan sosial dapat memodifikasi efek itu.
Sheridan and Radmacher (1992), Rutter, dkk. (1993),
Sarafino (1998) serta Taylor (1999); mengemukakan 2 model untuk menjelaskan
bagaimana dukungan sosial dapat mempengaruhi kejadian dan efek dari keadaan
kecemasan, yaitu:
1. Model
efek langsung
Model ini melibatkan jaringan sosial yang besar dan
memiliki efek positif pada kesejahteraan. Model ini berfokus pada hubungan dan
jaringan sosial dasar. Model ini juga dideskripsikan sebagai instruktur dari
dukungan sosial yang meliputi faktor status perkawinan, keanggotaan dalam suatu
kelompok, peran sosial dan keikutsertaan dalam kegiatan keagamaan.
2. Model
buffering
Model ini berfokus pada aspek dari dukungan sosial
yang berperilaku sebagai buffer dalam mempertahankan diri dari efek negatif
dari kecemasan. Model ini mengacu pada sumber daya interpersonal yang akan
melindungi individu dari efek negatif kecemasan dengan memberikan kebutuhan
khusus yang disebabkan oleh kejadian yang mengakibatkan kecemasan. Model ini
bekerja dengan mengerahkan kembali hal- hal yang menimbulkan kecemasan atau
mengatur keadaan emosional yang disebabkan oleh hal- hal tersebut. Model ini
berfokus pada fungsi dukungan sosial yang melibatkan kualitas hubungan sosial
yang ada.
Dukungan sosial ternyata tidak hanya memberikan efek
positif dalam mempengaruhi kejadian dari efek kecemasan. Dalam Sarafino (1998)
disebutkan beberapa contoh efek negatif yang timbul dari dukungan sosial,
antara lain :
·
Dukungan yang tersedia tidak dianggap
sebagai sesuatu yang membantu. Hal ini dapat terjadi karena dukungan yang
diberikan tidak cukup, individu merasa tidak perlu dibantu atau terlalu
khawatir secara emosional sehingga tidak memperhatikan dukungan yang diberikan.
·
Dukungan yang diberikan tidak sesuai
dengan apa yang dibutuhkan individu.
·
Sumber dukungan memberikan contoh buruk
pada individu seperti melakukan atau menyarankan perilaku tidak sehat.
·
Terlalu menjaga atau tidak mendukung
individu dalam melakukan sesuatu yang diinginkannya. Keadaan ini dapat
mengganggu program rehabilitasi yang seharusnya dilakukan oleh individu dan
menyebabkan individu menjadi tergantung pada orang lain.
Dimensi
Dukungan Sosial
Menurut
Jacobson (1986), dukungan sosial meliputi 3 hal, diantaranya ;
1. Emotional
support, meliputi ; perasaan nyaman, dihargai, dicintai dan diperhatikan.
2. Cognitive
support, meliputi ; informasi, pengetahuan dan nasehat.
3. Material
support, misalnya ; bantuan atau pelayanan berupa sesuatu barang dalam
mengatasi masalah.
Kategori
Dukungan Sosial
Menurut
Nursalam (2003), dukungan sosial keluarga dikategorikan menjadi ;
1.
Dukungan sosial kurang dengan skor <
7
2.
Dukungan sosial cukup dengan skor 8 – 13
3.
Dukungan sosial kurang dengan skor 14 –
20
Daftar
Pustaka
- Richard P.Halgin & Whitbourne. 2011. Psikologi Abnormal. Jakarta: Salemba Humanika.
- Gerald C.Davison dkk. 2010. Psikologi Abnormal. Jakarta : Rajawali pers
- Bimo Walgito. 1989. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Penerbir Andi
- Syamsu Yusuf. 2009. Mental Hygiene. Bandung : Maestro
- Hasan Langgulung. 1986. Teori-Teori Kesehatan Mental. Jakarta: Pustaka Al-Husna.
- Froland, C., Brodsky, G., Olson, M., & Stewart, L. 2000. Social Support and Social Adjustment: Implications for mental health proffesionals. Community Mental Health Journal, 36 (1), 61-75
No comments:
Post a Comment