MOTIVASI
A. Pengertian
Motivasi
Motivasi adalah
proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk
mencapai tujuannya.
Berdasarkan teori hierarki kebutuhan
Abraham Maslow, teori X dan teori Y Douglas McGregor maupun
teori motivasi kontemporer, arti motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah
perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu. Seseorang
dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut memiliki
alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan
mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Berbeda dengan motivasi dalam
pengertian yang berkembang di masyarakat yang seringkali disamakan dengan semangat.
B. Teori
Drive Reinforcement dan Implikasi
Praktisnya
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan
akibat dari perilaku dengan pemberian konpensasi. Misalnya promosi seorang
karyawan itu tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Sifat
ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian
yang mengikuti perilaku tersebut. Teori pengukuhan ini terdiri dari dua jenis,
yaitu :
1. Pengukuhan
Positif (Positive Reinforcement),
yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan
secara bersyarat.
2. Pengukuhan
Negatif (Negative Reinforcement),
yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif
dihilangkan secara bersyarat.
Jadi prinsip pengukuhan selalu berhubungan
dengan bertambahnya frekuensi dan tanggapan, apabila diikuti oleh stimulus yang
bersyarat. Demikian juga prinsip hukuman (Punishment) selalu berhubungan dengan
berkurangnya frekuensi tanggapan, apabila tanggapan (response) itu diikuti oleh
rangsangan yang bersyarat. Contoh : pengukuhan yang relatif malar adalah
mendapatkan pujian setelah seseorang memproduksi tiap-tiap unit atau setiap
hari disambut dengan hangat oleh manajer.
Teori ”drive” bisa diuraikan sebagai teori-teori
dorongan tentang motivasi, perilaku didorong ke arah tujuan oleh
keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri seseorang atau binatang. Contohnya.,
Freud ( 1940-1949 ) berdasarkan ide-idenya tentang kepribadian pada bawaan,
dalam kelahiran, dorongan seksual dan agresif, atau drive (teorinya akan
diterangkan secara lebih detail dalam bab kepribadian). Secara umum ,
teori-teori drive mengatakan hal-hal berikut : ketika suatu keadaan dorongan
internal muncul, individu di dorong untuk mengaturnya dalam perilaku yang akan
mengarah ke tujuan yang mengurangi intensitas keadaan yang mendorong. Pada
manusia dapat mencapai tujuan yang memadai yang mengurangi keadaan dorongan
apabila dapat menyenangkan dan memuaskan. Jadi motivasi dapat dikatakan terdiri
dari:
1.
Suatu
keadaan yang mendorong.
2.
Perilaku
yang mengarah ke tujuan yang diilhami oleh keadaan terdorong.
3.
Pencapaian
tujuan yang memadai.
4.
Pengurangan
dan kepusaan subjektif dan kelegaan ke tingkat tujuan yang tercapai.
Setelah keadaan itu, keadaan terdorong akan
muncul lagi untuk mendorong perilaku ke arah tujuan yang sesuai. Pengulangan
kejadian yang baru saja diuraikan seringkali disebut lingkaran korelasi.
Teori-teori Drive berbeda dalam sumber dari
keadaan terdorong yang memaksa manusia atau binatang bertindak. Be berapa
teori, termasuk teori Freud, dipahami oleh keadaan terdorong sejak belum lahir,
atau instingtif. Tentang perilaku binatang, khususnya ahli ethologi telah
mengusulkan suatu penjelasan suatu mekanisme dorongan sejak kelahiran (tinbergen,
lorenz, dan leyhausen dalam morgan, dkk. 1986). Teori-teori drive yang lain
telah mengembangkan peran belajar dalamkeaslian keadaan terdorong. Contohnya,
dorongan yang di pelajari (learned drives), seperti mereka sebut, keaslian
dalam latihan seseorang atau binatang atau pengalaman masa lalu dan yang
berbeda dari satu individu ke individu yang lain. Karena penggunaan minuman
keras sebelumnya, ketagihan heroin, contohnya mengembangkan suatu dorongan
untuk mendapatkan hal tersebut, dan karena itu mendorong ke arah itu. Dan dalam
realisasi motif sosial, orang telah belajar dorongan untuk kekuasaan, agresi
atau prestasi. Keadaan terdorong yang dipelajari menjadi ciri abadi dari orag
tertentu dan mendorong orang itu ke arah tujuan yang memadai, orang lain mungkin
belajar motif sosial yang lain dan didorong ke arah tujuan yang berbeda.
Biasanya
di terapkan dalam kehidupan sehari-hari, misalkan seorang kuli panggul di pasar
tradisional, jika ia dapat mengangkut/mengirim 5 ton buah pada tiap 5 karung
maka akan diberikan 2 kg buah segar oleh pemilik toko buah tersebut. Drive-Reinforcement
nya berbentuk reward berupa materi yang diberikan pemilik toko kepada
pekerjanya (kuli panggul).
C. Teori
Harapan dan Implikasi Praktisnya
Teori harapan kadang disebut teori
ekspektansi atau expectancy theory of
motivation dikemukakan oleh Victor Vroom pada tahun 1964. Vroom lebih
menekankan pada faktor hasil (outcomes),
dibandingkan dengan kebutuhan (needs) seperti yang dikemukakan oleh Maslow and
Herzberg.
Teori ini menyatakan bahwa intensitas
kecenderungan untuk melakukan dengan cara tertentu tergantung pada intensitas
harapan bahwa kinerja akan diikuti dengan hasil yang pasti dan pada daya tarik
dari hasil kepada individu.
Dalam istilah yang lebih praktis, teori
pengharapan, mengatakan seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat
upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian
kinerja yang baik (Victor Vroom dalam Robbin 2003:229) Karena ego manusia yang
selalu menginginkan hasil yang baik baik saja, daya penggerak yang memotivasi
semangat kerja seseorang terkandung dari harapan yang akan diperolehnya pada
masa depan (Hasibuan 2001:165). Apabila harapan dapat menjadi kenyataan,
karyawan akan cenderung meningkatkan gairah kerjanya. Sebaliknya jika harapan
tidak tercapai, karyawan akan menjdadi malas.
Teori ini dikemukakan oleh Victor Vroom yang
mendasarkan teorinya pada tiga konsep penting, yaitu:
1.
Harapan
(expentancy)
Harapan (expentancy) adalah
suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena prilaku .Harapan merupakan
propabilitas yang memiliki nilai berkisar nol yang berati tidak ada kemungkinan
hingga satu yang berarti kepastian
2.
Nilai (Valence)
Nilai (Valence) adalah akibat
dari prilaku tertentu mempunyai nilai atau martabat tertentu (daya atau nilai
motivasi) bagi setiap individu tertentu.
3.
Pertautan
(Inatrumentality)
Pertautan (Inatrumentality)
adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan
dengn hasil tingkat ke dua.Vroom mengemukakan bahwa pertautan dapat mempunyai
nilai yang berkisar antara –1 yang menunjukan persepsi bahwa tercapinya tingkat
ke dua adalah pasti tanpa hasis tingkat pertama dan tidak mungkin timbul dengan
tercapainya hasil tingkat pertama dan positip satu +1 yang menunjukan bahwa
hasil tingkat pertama perlu dan sudah cukup untuk menimbulkan hasil tingkat ke
dua.
Teori ini termasuk kedalam Teori-teori
Kesadaran. Teori ini menunjukkan pendekatan kognitif terhadap motivasi kerja,
yang menekankan kepada kemampuan individu dalam pemrosesan informasi. Kekuatan
motivasi yang mendasarinya bukanlah sebuah kebutuhan. Pekerja diasumsikan
melakukan penilaian rasional terhadap situasi kerjanya dengan mengumpulkan
informasi untuk diolah, kemudian membuat keputusanyang optimal. Kebutuhan hanya
digunakan untuk membantu dalam memahami bagaimana pekerja membuat pilihan
berdasarkan pada keyakinan persepsi dan nilai – nilai mereka.. Salah satu teori
harapan yang terkait dengan kerja dikemukakan oleh George Poulus, Mathoney dan
Jones (1957) yang mengacu pada Path-Goal Theory. Mereka mengemukakan bahwa para
pekerja akan cenderung menjadi produktif apabila mereka memandang produktivitas
yang tinggi itu sebagai satu cara atau lebih pada tujuan pribadi.
Sebaliknya, kinerja yang rendah hanyalah satu
jalan menuju tujuan pribadi. Misalnya produktivitas yang tinggi akan lebihcepat
atau mudah untuk terpenuhinya tujuan pribadi daripada pekerja yang hasilnya
terbatas atau lebih rendah. Dengan menggunakan pendekatan”jalan ke arah tujuan
(path-goal)” ini, Vroom (1976) menyarankan suatu teori motivasi kerjayang
dikenal dengan singkatan VIE – Valensi/kemampuan (valence), sarana
(Instrumentality), dan harapan (Expectancy). Pada kesempatan ini yang dibahas
yaitu mengenai Teori Harapan (Expectancy Theory). Nadler & Lawler
menyatakan bahwa terlepas dari teori VIE sebagaimana yang diutarakan para ahli
lainnya, namun ternyata teori VIE menerima terlalu banyak dukungan empiis
karena nilainya yang positif bagi organisasi. Secar khusus, teori ini memberikan
beberapa implikasi yang jelas dan positif bagi manajer, dimana manajer
hendaknya memperhatikan petunjuk sebagai berikut:
Menentukan mana penghargaan yang lebih
penting para pegawai. Misalnya, kebanyakan manajer seringkali memandang bahwa
pemberian gaji dan tunjangan yang tinggi sangat diinginkan pegawai, namun
setelah dilakukan pnlitian dia terkejut karena hasilnya justru menunjukkan
bahwa hal tersebut tidak terbukti. Demikian perlu dicatat bahwa keinginan para
pegawai berbeda – beda,dan oleh karena itu mereka tidak memberikan respon
dengan cara yang sama terhadap sistem insentif perusahaan. Mendefinisikan
kinerja yang baik dengan menetapkan secara benar standar kuantitas dan kualitas
kerja yang terukur. Memastikan bahwa tujuan kinerja bersifat realistik, apabila
pegawai tidak mencapai tujuan kinerja yang diharapkan, maka motivasi untuk
bekerja pun menjadi rendah. Pegawai harus merasakan bahwa penghargaan yang
diterima terasa adil. Tetapi sistem motivasi yang berdasarkan pada equity
(keadilan) jangan dikacaukan dengan sistem yang berdasarkan equality
(kesamaan), dimana seluruh pegawai diberikan dengan penghargaan yang sama
dengan mengabaikan kualitas kerja dan hasil kerja masing – masing individu.
Mengingat ada beberapa organisasi yang memiliki aturan kerja yang kaku dan
sistem penghargaan yang mendorong para pekerja untuk mencapai hasil yang
setinggi – tingginya, maka para manajer hendaknya merancang sistem penghargaan
yang lebih fleksibel dan equitable.
Contoh Kasus PHK:
Dari sudut pandang Expectancy Theory, para
pekerja tidak termotivasi untuk bekerja keras karena tidak adanya hubungan
antara prestasi kerja dengan penghasilan. Persepsi mereka adalah bahwa kerja
keras tidak akan memberikan mereka penghasilan yang diharapkan. Malahan, dengan
adanya PHK, mereka memiliki persepsi bahwa walaupun telah bekerja keras,
kadang-kadang mereka malah mendatangkan hasil yang tidak diinginkan, misalnya
PHK. Konsisten dengan teori ini, para pekerja pun menunjukkan motivasi yang
rendah dalam melakukan pekerjannya.
Rekomendasi: Kaitkan penghasilan dengan
prestasi. Sesuai dengan Expectancy Theory (Vroom, dalam
Donovan, 2001), tiga hal akan direkomendasikan untuk perusahaan dalam Contoh
Kasus:
a.
Tingkatkan
Expectancy: Para pekerja perlu merasa bahwa mereka mampu mencapai prestasi yang
tinggi. Jika perlu, perusahaan perlu memberikan pelatihan untuk memastikan
bahwa para karyawan memang memiliki keahlian yang dituntut oleh masing-masing
pekerjaannya.
b.
Tingkatkan
Instrumentality: Ciptakan reward system yang terkait dengan prestasi. Misalnya,
selain gaji pokok, tim yang berhasil mencapai targetnya secara konsisten akan
mendapatkan bonus. Dengan cara ini, para karyawan mengetahui bahwa prestasi
yang lebih baik memang benar akan mendatangkan penghasilan yang lebih baik
pula.
c.
Tingkatkan
Valence: Karena masing-masing individu memiliki penilaian yang berbeda,
sangatlah sulit bagi perusahaan untuk merancang reward system yang memiliki
nilai tinggi bagi setiap individu karyawan. Salah satu cara mengatasi hal ini
adalah dengan memberikan poin bonus yang bisa ditukarkan dengan berbagai jenis
hal sesuai kebutuhan individu, misalnya poin bonus bisa ditukarkan dengan hari
cuti, uang, kupon makan, dsb. Konsekuensi dari program ini adalah perusahaan
harus menerapkan sistem pencatatan yang rapi untuk memastikan bahwa
masing-masing karyawan mendapatkan poin bonus secara adil.
D. Teori
Tujuan dan Implikasi Praktisnya
Teori ini menyatakan bahwa mencapai tujuan
adalah sebuah motivator. Hampir setiap orang menyukai kepuasan kerja karena
mencapai sebuah tujuan spesifik. Saat seseorang menentukan tujuan yang jelas,
kinerja biasanya meningkat sebab:
1.
Dia
akan berorientasi pada hal hal yang diperlukan.
2.
Dia
akan berusaha keras mencapai tujuan tersebut.
3.
Tugas
tugas sebisa mungkin akan diselesaikan.
4.
Semua
jalan untuk mencapai tujuan pasti ditempuh.
Teori ini mengatakan bahwa kita akan bergerak
jika kita memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Dari teori ini muncul bahwa
seseorang akan memiliki motivasi yang tinggi jika dia memiliki tujuan yang
jelas. Sehingga muncullah apa yang disebut dengan Goal Setting (penetapan
tujuan).
Sumber:
Ferry,
Nursalam. (2012). Pendidikan dalam keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi,
diakses 21 November 2015.
Irianto,
Anton. (2005). Born to win. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Surakhmad,
Winarno.1982. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung:
Tarsito