Saturday, 18 June 2016

Tugas Psikoterapi Ke-4

1. Bagaimana cara terapis untuk menjalankan tujuan dari metode terapi perspektif integratif sehinnga dapat menbantu konseli mengembangkan integritasnya pada level tertinggi?

Tujuan konseling dalam perspektif integratif yaitu membantu konseli mengembangkan integritasnya pada level tertinggi, yang ditandai oleh adanya aktualisasi diri dan integritas yang memuaskan.
Untuk mencapai tujuan yang ideal ini maka konseli perlu dibantu untuk menyadari sepenuhnya situasi masalahnya, mengajarkan konseli secara sadar dan intensif memiliki latihan pengendalian di atas masalah tingkah laku. Terapi ini berfokus secara langsung pada tingkah laku, tujuan, masalah dan sebagainya.

Contoh kasus:
Mila, sebut saja begitu. Seorang mahasiswa tingkat tiga di salah satu Universitas ternama di kota Makassar. Mila dalam keseharian dikenal sebagai seorang mahasiswa yang ramah oleh teman-temannya. Tidak ada yang salah dalam perilakunya, namun lain halnya bagi teman-teman dekat Mila. Mereka merasa bahwa Mila memiliki kecemasan yang berlebihan, sehingga setiap saat harus ditemani oleh temannya. Terutama dalam hal-hal yang membutuhkan pilihan. Bagi teman-temannya, perilaku Mila yang terlalu bergantung pada orang lain cukup mengganggu, mereka mengkhawatirkan apa yang akan terjadi jika tidak ada mereka disamping Mila. Setelah melakukan wawancara langsung dengan Mila yang dibungkus dalam bentuk curhat-curhatan, Mila mengaku bahwa ia menjadi seperti itu karena Mila yang juga merupakan anak bungsu dan satu-satunya anak perempuan di keluarganya sewaktu kecil segalanya diuruskan oleh orang tua dan kakak-kakaknya. Mila mengatakan bahwa pernah sekali ia bermain dengan ayahnya, ketika sang ayah tidak melihat Mila yang tengah bersembunyi dibalik tembok dan tiba-tiba mengagetkan ayahnya. Namun, ternyata ayahnya langsung jatuh dan kejang-kejang sambil memegang dadanya, dan setelah dirujuk ke dokter diketahui bahwa ayahnya terkena penyakit jantung. Mila sangat sedih dan ketakutan dan mengaku bahwa saat itulah pertama kalinya ia dimarahi habis-habisan oleh kakak-kakaknya.
Dalam hal ini mila diberikan penanganan dengan metode asosiasi bebas (free association)
Dalam asosiasi bebas, klien mengungkapkan apapun yang ada pada pikirannya. Asosiasi bebas merupakan proses pengungkapan tanpa sensor dari pikiran-pikiran segera setalah pikiran masuk kebenak kita. Klien diminta untuk tidak menyensor atau menyaring pikiran, tetapi membiarkan pikiran mereka mengembara secara bebas dari satu pikiran ke pikiran lain.
Klien diminta untuk mengungkapkan apapun yang ada pada pikirannya. Pada kasus diatas subjek diminta untuk menceritakan apapun yang ada dipikirannya. Dengan demikian diasumsikan klien akan melepaskan hubungan yang penuh konflik dengan orangtuanya melalui cara mentranfer perasaan mengenai orangtuanya kepada klinisi. Ketika perasaan konflik mengenai orang tua terpacu melalui transference, klinisi dapat membantu klien untuk proses Working trought. Pada proses ini, klien dibantu untuk mencapai suatu resoles yang lebih sehat bagi masalahnya dibandingkan dengan apa yang telah terjadi pada masa kanak-kanak. Ketika pelaksaan terapi, sering terjadi (resistance) klien atau menarik diri. Dalam hal ini tugas seorang klinis adalah membantu klien untuk mengatasi hal tersebut. Selanjutnya klinisi melakukan interpretasi untuk membantu klien.

2. Bagaimana cara terapis mengetahui metode yang tepat untuk mengetahui teknik apa yang akan dilakukan dalam melakukan teknik bermain?

Pada awalnya sebelum dilakukan terapi bermain, klien diberikan atau diberitahukan berbagai macam teknik-teknik dalam terapi bermain dan klien dibiarkan memilih teknik apa yang diinginkan oleh klien dalam proses terapi bermain. Karena dalam terapi bermain klien akan mengekspresikan dirinya dan apa yang dirasakannya dalam teknik bermain tersebut.

Contoh kasus:
Seorang murid TK (taman kanak-kanak) JIS (Jakarta International School) berinisial M menjadi korban pelecehan seksual karena disodomi dan mendapat tindak kekerasan dari sejumlah petugas kebersihan di sekolah itu. Kasus pelecehan seksual, pemerkosaan, sodomi dan kekerasan siswa di sekolah JIS (Jakarta International School) ini terungkap saat ibunda bocah berusia 5 tahun itu mengaku kepada pers bahwa anak semata wayangnya itu pertama kali diketahui menunjukkan keanehan pada pertengahan bulan Maret lalu. Bagaimana kronologi kejadian pelecehan seksual siswa di sekolah JIS ini hingga bisa terungkap? "Waktu itu anak saya setiap mau berangkat sekolah pipisnya lama, bahkan dia sampai menekan-nekan penisnya," ujarnya, Senin, 14 April 2014. "Waktu saya tanya kenapa, dia bilang enggak mau pipis di sekolah." Sejak saat itu sang ibu terus menemukan gelagat aneh lain pada anaknya. "Dia pernah dua kali pulang ke rumah memakai baju pengganti dari sekolah. Waktu saya tanya kenapa, dia cuma bilang kehujanan." Namun belakangan dia tahu bahwa anaknya itu mengompol di sekolah. Kemudian dia memeriksa tubuh anaknya, lalu melihat luka lebam berdiameter empat sentimeter pada pinggang kanan anaknya. "Dia bilang lebam itu akibat kepentok meja." Setelah ditanya kenapa mengompol, putranya itu mengaku terpaksa menahan kencing akibat takut pergi ke toilet sekolah. "Anak saya diancam akan dipukul para pelaku kalau dia ngomong ke siapa-siapa." Satu hal yang mengherankan ibunya ialah pihak sekolah sama sekali tidak mengetahui kejadian ini. "Kepada kami, sekolah bilang tidak tahu apa-apa dan menyerahkan kasus ini ke polisi." Padahal, kata dia, di sekolah putranya masuk di kelas yang isinya 10-18 siswa. "Masak setiap dia ke WC gurunya tidak sadar kalau dia lama dan apakah gurunya tidak melihat tanda-tanda keanehan setelah anak saya dilecehkan?" Adapun kamera pengawas sekolah tidak terpasang di sekitar toilet, sehingga aktivitas di sekitar lokasi itu tidak terpantau. Ibunda korban semakin curiga karena sejak Februari lalu putranya menjadi sangat pendiam. Berat badannya pun turun drastis dari 30 menjadi 25 kilogram hanya dalam dua pekan. "Saya juga ngeh kalau anak saya memang sedikit pemurung." Pada 21 Maret 2014, sang ibunda kembali terkejut karena putranya lagi-lagi pulang ke rumah memakai baju cadangan dari sekolah. Waktu itu korban bahkan terlihat mengompol. "Saat itu dia bilang ke saya, Mami, tolong bilang ke teman Mami yang polisi, datang ke sekolahku karena ada bapak jahat di sekolah," ujarnya, menirukan ucapan anaknya. Dari sana, sang ibu semakin yakin ada yang salah dengan aktivitas anaknya di sekolah. Setelah mendekati putranya pelan-pelan, akhirnya dia berhasil mendapatkan cerita yang mengagetkan itu. "Tanggal 21 Maret malam, anak saya cerita kalau di sekolah dia kerap disiksa sejumlah orang yang dipanggilnya Bapak dan Mbak." Menurut dia, anaknya bercerita bahwa orang yang disebut Bapak itu beberapa kali memasukkan alat vitalnya ke pantat di kamar mandi sekolah. "Anak saya mengaku dipegangi seorang perempuan setiap kali pria yang disebut Bapak itu melakukan aksi bejatnya. Bahkan si perempuan juga memukuli dan menelanjangi anak saya." Salah satu cerita anaknya ialah peristiwa yang terjadi pada pertengahan Maret lalu. Anaknya mengatakan pernah dihukum seorang perempuan di dalam toilet. "Perempuan itu memukuli dan membuka celana anak saya, kemudian salah seorang pelaku pria menyuruh anak saya 'mengeluarkan semut' dari penis pria itu." Sang anak kemudian memeragakan gerakan hukuman itu. Kaget dan marah mendengar kisah anaknya, sang ibu langsung mendatangi pihak sekolah.
Untuk menyelesaikan pada contoh kasus di atas konselor bisa menggunakan terapi bermain atau Play theraphy yang lebih digemari oleh anak untuk mengatasi trauma yang dialami oleh anak tersebut, menurut Mashar (dalam penerbitan) banyak teknik yang dapat digunakan dalam Play theraphy, diantaranya Storytelling, role playing, and imagery technique yaitu mengeluarkan konflik didalam diri, mengenalkan cara adaptasi yang lebih sehat, dengan bertujuan untuk memunculkan insight, menanamkan nilai – nilai dan keterampilan menyelesaikan masalah.

3. Bagaimana cara efektif yang harus dilakukan terapis dalam metode terapi keluarga?

 Terapi keluarga merupakan proses bantuan kepada individu dengan melibatkan para anggota keluarga lainnya dalam upaya memecahkan masalah yang dialami. Terapi keluarga dapat dilakukan untuk permasalahan dan ketidaknyamanan yang sumbernya lebih banyak berasal dari keadaan keluarga. Terapi keluarga adalah cara baru untuk mengetahui permasalahan seseorang, memahami perilaku, perkembangan simtom dan cara pemecahannya.

Contoh kasus:
Don: Father
Ex-Husband
Has Child Custody

Don adalah seorang ayah yang sangat menyayangi anak-anaknya. Tetapi ia tidak merasa demikian beberapa waktu terakhir karena ia merasa bahwa anak laki-lakinya telah menjadi seorang anak yang nakal dan menakutkan.
Angela             : Mother
                         Ex-Wife
                         Has Visitation Rights

Angela begitu heran dengan kelakuan anak laki-lakinya yaitu Ben. Namun yang membuat ia lebih heran lagi adalah mengapa suaminya mengizinkan Ben untuk minum minuman keras.
Heather           : Daughter
                          Sister
                          Student

Heather mengatakan bahwa hubugannya dia dengan kedua orang tuanya sangat baik. Namun berbeda dengan hubungannya dengan kakaknya, Ben, ia merasa bahwa hubungannya sangat gila
Ben                  : Son
                          Brother
                          Unemployed

Ben adalah sorang kakak yang pengangguran yang mempunya hubungan yang sangat tidak baik dengan adik perempuannya.

Proses terapi:
            Terdapat 4 orang yang terlibat dalam proses terapi. Seorang terapis wanita, Don(ayah), Ben(anak laki-laki), dan Heather(anak perempuan). Terapi dilakukan di sebuah ruangan tertutup. Posisi duduk mereka membentuk setengah lingkaran, dengan ujung paling kiri yaitu Ben, kemudian di sebelahnya adalah terapis, setelah terapis adalah Heather, dan kemudian di ujung paling kanan adalah Don.
Awalnya, terapis mengatakan bahwa penting sekali membahas masalah hubungan antar anggota keluarga tersebut. Kemudian terapis juga meluruskan tentang peran orang tua dan anak dalam sebuah keluarga. Hal ini ditekankan kembali karena Don (ayah) cenderung membela Heather, anak perempuannya. Akan tetapi pada akhirnya Don dapat menyadari sikap seperti apa yang harus ia lakukan sebagai orang tua yang baik. Setelah itu terapis meminta ayah dan Ben untuk bertukar posisi duduk agar Ben dan Heather dapat duduk berdampingan.
Terapis mempersilahkan Heather untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya terhadap sosok Ben. Heather mengatakan bahwa ia merindukan sosok kakaknya yang seperti dulu dan ia merasa bahwa ia sudah tidak mengenali kakaknya lagi, yang sekarang ini dianggap sering berperilaku menyimpang. Misalnya saja sekarang Ben terbiasa pulang pagi dan juga berkata-kata kasar.
Setelah Heather selesai mengungkapkan apa yang ia rasakan dan pikirkan kemudian terapis meminta Ben untuk menanggapi apa yang disampaikan oleh adik perempuannya tersebut. Dan terungkaplah bahwa selama ini Ben merasa bahwa selama ini dia diperlakukan secara berbeda dengan adiknya.
Setelah mendengar pengakuan dari kedua kakak beradik tersebut, terapis pun berusaha memberikan insight pada sang ayah tentang akar permasalahan yang terjadi di antara Ben dan Heather. Dan di akhir sesi terapi, hubungan antar anggota keluarga tesebut pun terlihat menjadi lebih hangat. Terapi selesai.

Daftar Pustaka
Jerry, G.     2002.  Encyclopedia         of         Psychotherapy:       Integrative        Approaches of Psychotherapy. USA:     Elsevier Science
Rakhmawati, dkk. 2012. Metode Penanganan II (Psikoanalisa,Humanistic,Gestalt).                                            Jakarta:          Skripsi. Tidak diterbitkan.
Mashar,R. Konseling Pada Anak Yang Mengalami Stress Pasca Trauma Bencana Merapi Melalui Play Therapy.
Hartiningsih, N. (2013). Play Therapy Untuk Meningkatkan Konsentrasi Pada Anak.

Carter, E., McGoldrick, M. (1999. The Expanded Family Life Cycle. Individual family and social perspective. Boston: Allyn & Bacon.
Bowen, M. (1978). Family therapy in clinical practice. New York: Jason Aronson.

No comments:

Post a Comment