Thursday, 30 April 2015

TUGAS II KESEHATAN MENTAL




1.     Analisis Kasus Depresi

1.1  Contoh Kasus :

Sebuah laporan kasus oleh braswel dan kendall (1988) menggambarkan terapi kognitif-behavioral pada seorang remaja perempuan berusia 15 tahun yang mengalami depresi :
“ ketika bertemu untuk pertama kali sharon tampak sangat disforik, berulangkali berfikir untuk bunuh diri dan menunjukkan sejumlah simtom-simtom vegetatif depresi. Setelah di terapi dengan obat antidepresi, ia mulai menjalani terapi kognitif-behavioral untuk depresi. Ia mampu memahami bahwa moodnya di pengaruhi oleh berbagai pemikiran serta perilakunyadan mampu membuat rencana behafioral untuk meningkatkan terjadinya peristiwa yang menyenangkan dan berorientasi pada penguasaan keterampilan. Sharon memiliki standar yang sangat tinggi dalam mengavaluasi prestasinya di sejumlah bidang, dan akhirnya diketahui bahwa orang tuanya juga berperan dalam penentuan standar tersebut, sehingga dilakukan beberapa sesi terapi keluarga untuk mendorong sharon dan orang tuanya mengevaluasi standar tersebut.
Sharon sulit menerima saran untuk mengubah standar tersebut dan mengatakan bahwa bila sedang tidak dalam kondisi depresi dalam kenyataannya perfeksionisme tersebut adalah nilai yang dianutnya. Pada titik ini a menolak terapi karena menganggapnya sebagai upaya untuk mengubah sesuatu merupakan nilai bagi dirinya. Dalam mempertimbangkan hal tersebut, kami mulai menggali dan mengidentifikasi sebagai situasi atau bidak dimana perfeksionisme tersebut bermanfaat baginya dan kapan, serta bagaimana perfeksionisme itu justru merugikan. Ia mulai merasa semangkin nyaman dengan perspektif tersebut dan memutuskan untuk tetap menggunakan standar yang tinggi bagi prestsi dalam bidang matimatika (yang jelas menjadi kekuatannya), namun ia tidak perlu terlalu menuntut dirinya dalam bidang seni atau fisika”.


1.2  Definisi Depresi
Depresi adalah suatu kondisi yang lebih dari suatu keadaan sedih, bila kondisi depresi seseorang sampai menyebabkan terganggunya aktivitas sosial sehari-harinya maka hal itu disebut sebagai suatu Gangguan Depresi. Beberapa gejala Gangguan Depresi adalah perasaan sedih, rasa lelah yang berlebihan setelah aktivitas rutin yang biasa, hilang minat dan semangat, malas beraktivitas, dan gangguan pola tidur. Depresi merupakan salah satu penyebab utama kejadian bunuh diri.
Penyebab suatu kondisi depresi meliputi:
·         Faktor organobiologis karena ketidakseimbangan neurotransmiter di otak terutama serotonin
·         Faktor psikologis karena tekanan beban psikis, dampak pembelajaran perilaku terhadap suatu situasi sosial
·         Faktor sosio-lingkungan misalnya karena kehilangan pasangan hidup, kehilangan pekerjaan, paska bencana, dampak situasi kehidupan sehari-hari lainnya

Menurut Diagnostic and Statistical Manual IV - Text Revision (DSM IV-TR) (American Psychiatric Association, 2000), seseorang menderita gangguan depresi jika: A. Lima (atau lebih) gejala di bawah telah ada selama periode dua minggu dan merupakan perubahan dari keadaan biasa seseorang; sekurangnya salah satu gejala harus (1) emosi depresi atau (2) kehilangan minat atau kemampuan menikmati sesuatu.
1.      Keadaan emosi depresi/tertekan sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir setiap hari, yang ditandai oleh laporan subjektif (misal: rasa sedih atau hampa) atau pengamatan orang lain (misal: terlihat seperti ingin menangis).
2.      Kehilangan minat atau rasa nikmat terhadap semua, atau hampir semua kegiatan sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir setiap hari (ditandai oleh laporan subjektif atau pengamatan orang lain)
3.      Hilangnya berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet atau bertambahnya berat badan secara signifikan (misal: perubahan berat badan lebih dari 5% berat badan sebelumnya dalam satu bulan)
4.      Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
5.      Kegelisahan atau kelambatan psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh orang lain, bukan hanya perasaan subjektif akan kegelisahan atau merasa lambat)
6.      Perasaan lelah atau kehilangan kekuatan hampir setiap hari
7.      Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak wajar(bisa merupakan delusi), dan mengganggap bahwa sumber dari setiap masalah adalah dirinya
8.      Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi, atau sulit membuat keputusan, hampir setiap hari (ditandai oleh laporan subjektif atau pengamatan orang lain)
9.      Berulang-kali muncul pikiran akan kematian (bukan hanya takut mati), berulang-kali muncul pikiran untuk bunuh diri tanpa rencana yang jelas, atau usaha bunuh diri atau rencana yang spesifik untuk mengakhiri nyawa sendiri
Gejala-gejala tersebut juga harus menyebabkan gangguan jiwa yang cukup besar dan signifikan sehingga menyebabkan gangguan nyata dalam kehidupan sosial, pekerjaan atau area penting dalam kehidupan seseorang.
Cara menanggulangi depresi berbeda-beda sesuai dengan keadaan pasien, namun biasanya merupakan gabungan dari farmakoterapi dan psikoterapi atau konseling. Dukungan dari orang-orang terdekat serta dukungan spiritual juga sangat membantu dalam penyembuhan.

Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah (Hurlock, 1998). Oleh karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami masalah psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial.
Kehidupan yang penuh stres pada saat ini seperti adanya bencana yang terjadi dimana-mana, dan berbagai peristiwa hidup yang menyedihkan dapat menyebabkan remaja mengalami depresi. Perlu diketahui bahwa remaja pun bisa kena depresi dan kalau tidak diatasi, episode depresi dapat berlanjut hingga remaja tersebut dewasa. Tetapi yang paling membahayakan dari depresi adalah munculnya ide bunuh diri atau melakukan usaha bunuh diri. Hinton (1989) mengatakan bahwa meskipun depresi yang diderita tidak parah namun risiko untuk bunuh diri tetap ada.

1.3  Analisis Kasus

A.    Depresi
Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah (Hurlock, 1998). Oleh karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami masalah psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial.
Kehidupan yang penuh stres seperti pada kasus diatas, Sharon memiliki standar yang sangat tinggi dalam mengavaluasi prestasinya di sejumlah bidang, yang menyebabkan Sharon mengalami depresi. Perlu diketahui bahwa remaja pun bisa terkena depresi. Jika tidak diatasi, episode depresi dapat berlanjut hingga remaja tersebut dewasa. Tetapi yang paling membahayakan dari depresi adalah munculnya ide bunuh diri atau melakukan usaha bunuh diri. Hinton (1989) mengatakan bahwa meskipun depresi yang diderita tidak parah namun risiko untuk bunuh diri tetap ada.

Depresi merupakan suatu gangguan mental yang spesifik yang ditandai dengan adanya perasaan sedih, putus asa, kehilangan semangat, merasa bersalah, lambat dalam berpikir, menurunnya motivasi untuk melakukan aktivitas, dll. Hinton (1989) mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa perubahan hormonal, perubahan tingkat dan pola hubungan social sehingga remaja cenderung mempersepsikan orang tua secara berbeda. Selain itu, masa pertumbuhan remaja, jarang yang berlangsung dengan lancar. Banyak masalah yang terjadi dan bisa makin serius hingga menyebabkan depresi yang berkepanjangan. Remaja yang mengalami depresi akan menjadi apatis dan menyalahkan dirinya sendiri sehingga merasa enggan untuk mencari pertolongan.

Depresi dapat mengakibatkan dampak yang merugikan bagi si penderita seperti terganggunya fungsi sosial, fungsi pekerjaan, mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi, mengalami ketidak berdayaan yang dipelajari, bahkan hingga tindakan bunuh diri yang menyebabkan kematian.  Remaja hanya mengurung diri di kamar, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya semangat hidup, hilangnya kreativitas, antusiasme dan optimisme. Dia tidak mau bicara dengan orang-orang, tidak berani berjumpa dengan orang-orang, berpikir yang negative tentang diri sendiri dan tentang orang lain, hingga hidup terasa sangat berat dan melihat masalah lebih besar dari dirinya. Remaja jadi pesimis memandang hidupnya, seakan hilang harapan, tidak ada yang bisa memahami dirinya, dan sebagainya.

Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan.

Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka. Pada kenyataan, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat banyak remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap perkembangan kognitif operasional formal ini. Sebagian masih tertinggal pada tahap perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai dimensi. Jelas sekali dalam kasus Bambang ini, dia belum mampu mencapai tahap perkembangan kognitif operasional formal. Bambang sebenarnya jelas telah melakukan proses berpikir dalam setiap masalah yang ia hadapi, namun semakin ia berpikir semakin ia tidak mampu mendapatkan jawaban atas permasalahan yang sedang ia hadapi. Permasalahan – permasalahan tersebut ia represi terus menerus hingga akhirnya ia tidak mampu lagi menahannya. Tapi dalam proses berpikir itu Bambang belum mampu melihat masalah dari berbagai dimensi, dia hanya melihat masalahnya dari sudut pandangnya sendiri.  Dia belum mampu berpikir luas, belum mampu melihat keadaan luar yang jelas lebih menyedihkan daripada hidupnya.  Yang dia pikirkan hanyalah bagaimana mengakhiri penderitaannya dengan segera, dan bunuh dirilah yang menjadi keputusannya, tanpa memikirkan masa depannya.
Syamsu Yusuf dalam bukunya yang berjudul Mental Hygiene menjelaskan indikator dan penyebab masalah kesehatan mental, yaitu :
·         Perasaan sedih dan tak berdaya
·          Sering marah-marah atau bereaksi yang berlebihan terhadap sesuatu
·          Perasaan tak berharga
·          Perasaan takut, cemas atau khawatir yang berlebihan
·         Kurang konsentrasi
·         Merasa bahwa kehidupan ini sangat berat
·         Perasaan pesimis menghadapi masa depan
Gangguan Perilaku,yaitu :
·         Mengkonsumsi alkohol atau obat-obat terlarang
·         Suka mengganggu hak-hak orang lain atau melanggar hukum
·         Melakukan perbuatan yang dapat mengancam kehidupannya sendiri
·         Secara kontiniu melakukan diet atau memiliki obsesi untuk memiliki tubuh yang langsing
·         Menghindar dari persahabatan atau senang hidup sendiri

Penyebab Masalah Kesehatan Mental Remaja:
1.     Faktor biologis, seperti: genetika, ketidakseimbangan kimiawi dalam tubuh menderita penyakit kronis, dan kerusakan system syaraf pusat.
2.     Faktor psikologis, misalnya: frustasi, konflik, terlalu pesimis, kurang mendapat atau bahkan tidak mendapat kasih sayang, dan kurang mendapat pengakuan dari kelompok.
3.      Faktor lingkungan, seperti: merebaknya film-film porno, film bertema kejahatan dan pornoaksi, mudahnya mendapatkan minuman keras, obat-obatan terlarang, mudahnya mendapatkan alat kontrasepsi yang tidak terkontrol, majalah porno, kehidupan hedonistik, materialistik, merebaknya premanisme, kurang kontrol sosial, salah berteman, dan sebagainya.
Depresi pada remaja harus segera ditangani karena kalau berkepanjangan, dapat mengakibatkan bunuh diri yang berujung pada kematian seperti pada kasus ini.  Makin lama seseorang mengalami depresi, makin lemah daya tahan mentalnya, makin habis energynya, makin habis semangatnya, makin terdistorsi pola pikirnya sehingga dia tidak bisa melihat alternative solusi, tidak bisa melihat ke depan, tidak menemukan harapan, tidak bisa berpikir positif. Ini menyebabkan remaja melihat bahwa bunuh diri menjadi solusi satu-satunya.
Sebenarnya masalah depresi akan lebih baik ditangani dengan psikoterapi karena dengan psikoterapi, remaja dibantu untuk menemukan akar permasalahannya dan melihat potret diri secara lebih obyektif. Psikoterapi ditujukan untuk membangun pola pikir yang obyektif dan positif, rasional dan membangun strategi / mekanisme adaptasi yang sehat dalam menghadapi masalah. Perlu diingat bahwa keterbukaan remaja untuk mengemukakan masalah yang sedang dihadapinya akan membantu proses penyembuhan dirinya. Ada beberapa terapi yang dapat dilakukan untuk mengatasi depresi pada remaja, yaitu:
·         membantu remaja yang sedang bermasalah untuk memperbaiki distorsi kognitif dalam memandang diri dan masa depan sehingga akan memunculkan suatu kekuatan dari dalam dirinya bahwa dirinya mampu untuk mengatasi masalah tersebut
·          membantu remaja memahami, mengidentifikasi perasaan, meningkatkan rasa percaya diri, meningkatkan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dan mengatasi konflik yang sedang dialami.
Banyak faktor yang menentukan keberhasilan terapi seperti usia remaja saat awal mengalami depresi, beratnya depresi, motivasi, kualitas terapi, dukungan orangtua, kondisi keluarga (apakah orangtua juga menderita depresi atau tidak, ada atau tidak konflik dengan keluarga, kehidupan yang penuh stres atau tidak, dsb). Selain itu, juga diperlukan terapi keluarga untuk mendukung kesembuhan remaja penderita depresi. Dalam terapi keluarga, keluarga remaja yang depresi ikut mendiskusikan bagaimana cara yang terbaik untuk mengurangi sikap saling menyalahkan, orangtua remaja juga diberi tahu seluk beluk kondisi anaknya yang depresi sehingga diharapkan orangtua dan anggota keluarganya akan membantu dalam mengidentifikasi gejala-gejala depresi anaknya dan menciptakan hubungan yang lebih sehat. Selain keluarga, remaja juga pasti membutuhkan sahabat dan di sinilah peran kita sebagai sahabat mereka, jadi jangan pernah meninggalkan mereka dalam keadaan apapun, jadilah pendengar yang baik bagi mereka, jangan pernah menggurui mereka.

B. Bunuh Diri
Banyak motif bunuh diri yang di kemukakan (Mintz,1968), yaitu : agresi yang dibalikkan kepada diri sendiri, pembalasan yang dilakukan dengan cara menimbulkan perasaan bersalah pada orang lain, upaya untuk memaksakan cinta dari orang lain, upaya untuk melakukan perubahan atas kesalahan yang dilihat pada masa lalu, upaya untuk menyingkirkan perasaan yang tidak dapat diterima, seperti ketertarikan seksual kepada lawan jenis, keinginan untuk rengkarnasi, keinginan untuk bertemu dengan orang yang dicintai yang telah meninggal, dan keinginan atau kebutuhan untuk melarikan diri dari stres, kehancuran, rasa sakit, atau kekosongan emosional.

Banyak profesional kesehatan mental kontenporer menganggap bunuh diri secara umum sebagai upaya individu untuk menyelesaikan masalah, yang dilakukan dalam keadaan stres berat dan ditandai pertimbangan atas alternatif yang sangat terbatas dimana akhirnya penihilan muncul sebagai solusi terbaik (Linehan & Shearin,1988).

Suatu teori tentang bunuh diri yang didasari penelitian dalam bidang psikologi sosial dan kepribadian menyatakan bahwa beberapa tindakan bunuh diri dilakukan karena keainginan kuat untuk lari dari kesadaran yang menyakitkan atas kegagalan dan berkurangnya keberhasilan yang diatribusikan orang yang bersangkutan pada dirinya (Baumeister,1990 dalam Psikologi Abnormal,2010). Kesadaran ini mungkin diasumsikan menimbulkan penderitaan emosional yang berat seperti depresi.

Teori psikoanalisis freud- pada dasarnya freud menganggap bunuh diri sebagai pembunuhan, sebuah perluasan atas teorinya mengenai depresi, ketika seseorang kehilangan orang yang dicintai sekaligus dibencinya, dan meleburkan ornag tersebut dengan dirinya, agresi diarahkan kedalam. Jika perasaan ini cukup kuat, oarang yang bersangkutan akan bunh diri.

Teori sosiologis durkheim- Emile Durkheim (1897,1951), seseorang sosiologis terkenal, menganalisis berbagai laporan bunuh diri dari berbagai negara dan periode sejarah dan menyimpulkan bahwa penihilan diri sendiri dapat di pahami secara sosiologis. Ia membedakan tiga jenis bunih diri, yaitu.
1.      Bunuh diri egostik
Dilakukan oleh orang-orang yang memiliki sedikit ketertarikan dengan keluarga, masyarakat, atau komunitas. Orang-orang ini merasa terasingkan dari orang lain, tidak memiliki dukungan sosial yang penting agar mereka dapat tetap berfungsi secara adaptif sebagai mahluk sosial.
2.      Bunuh diri altrualistik
Dianggap sebagai respon terhadap berbagai tuntutan sosial. Beberapa orang yang bunuh diri merasa sangat menjadi bagian suatu kelompok dan pengorbanan diri untuk melakukan hal yang dianggapnya akan menjadi kebaikan bagi masyarakatnya. Beberapa bunuh diri altrualistik, seperti hara-kiri jepang, dianggap sebagai satu-satunya pilihan terhormat dalam kondisi tertentu.
3.      Bunuh diri anomik
Bunuh diri ini dapat dipacu oelh perubahan mendadak dalam hubungan seseoran dengan masyarakat. Anomi dapat menyebabkan ketidakseimbangan dalam masyarakat, membuat bunuh diri semangkin mungkin dilakukan.

Treatmen klien yang berniat bunuh diri beragam, tergantung kepada konteks sebagai mana niat dan bahaya yang dimunculkan. Mayoritas pendekatan intervensi menyatukan dukungan keterlibatan terapeutik yang terarah.


2.     Hubungan Kesehatan Mental dengan Social Support
A.    Pengertian Kesehatan Mental

Kesehatan mental alih bahasa dari Mental Hygiene atau mental Health. Definisi-definisi yang diajukan  para ahli diwarnai oleh keahlian masing-masing. Menurut World Health Organization dalam Winkel  (1991) disebutkan : Sehat adalah suatu keadaan berupa kesejahteraan fisik,mental dan social secara penuh dan bukan semata-mata berupa absensinya penyakit atau keadaan lemah tertentu. Dedinisi ini memberikan gambaran yang luas dalam keadaan sehat,mencangkup berbagai aspek sehingga diharapkan dapat mewujudkan kesejahteraan hidup. dapat memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin dan membawa kepada kebahagiaan bersama serta mencapai keharmonisan jiwa dalam hidup.
Menurut pengertian para ahli:
1.      Menurut Dr. Jalaluddin dalam bukunya “Psikologi Agama” bahwa: “Kesehatan mental merupakan suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman dan tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan)”.   
2.      Menurut paham ilmu kedokteran, kesehatan mental merupakan suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan individu tersebut.
3.      Zakiah Darodjat, terhindarnya seseorang dari gejala-gejala ganggun dan penyakit jiwa, dapat menyesuaikan diri, dapat memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin dan membawa kebahagiaan bersama serta mencapai keharmonisan jiwa dalam hidup.
4.      Allport, manusia sehat adalah manusia yang mencapai kematangan.
5.      Maslow, manusia sehat adalah manusia yang mampu mengaktualisasikan dirinya dan mencapai kebahagiaan.

B.     Kesehatan Mental

Kesehatan mental adalah keserasian atau kesesuaian antara seluruh aspek psikologis dan dimiliki oleh seorang untuk dikembangkan secara optimal agar individu mampu melakukan kehidupan-kehidupan sesuai dengan tuntutan-tuntutan atau nilai-nilai yang berlaku secara individual, kelompok maupun masyarakat luas sehingga yang sehat baik secara mental maupun secara sosial. Sikap hidup individu yang sehat dan normal adalah sikap yang sesuai dengan norma dan pola hidup kelompok masyarakat, sehingga ada relasi interpersonal dan intersosial yang memuaskan.
Perkembangan Gerakan Kesehatan Mental

Gerakan Kesehatan Mental berkembang seiring dengan adanya revolusi pemahaman masyarakat me ngenai mental yang sehat dan cara-cara penanganannya, terutama di masyarakat barat. Adapuntahap-tahapan perkembangan gerakan kesehatan mental, yaitu:
Tahap-tahap Perkembangan kesehatan Mental

1.      Tahap Demonologi (sebelum abad pertengahan)
Kesehatan mental dikaitkan dengan kekuatan gaib, kekuatan spiritual, setan dan makhluk halus, ilmu sihir, dan sejenisnya. Gangguan mental terjadi akibat kegiatan yang menentang kekuatan gaib tersebut. Sehingga bentuk penanganannya, tidak ilmiah dan kurang manusiawi, seperti: upacara ritual, penyiksaan atau perlakuan tertentu terhadap penderita dengan maksud mengusir roh jahat dari dalam tubuh penderita.

2.      Tahap Pengenalan Medis (4 abad SM – abad ke-6 M)
Mulai 4 abad SM muncul tokoh-tokoh bidang medis (Yunani): Hipocrates, Hirophilus, Galenus, Vesalius, Paracelsus, dan Cornelius Agrippa, mulai menggunakan konsep biologis yang penanganannya lebih manusiawi. Gangguan mental disebabkan gangguan biologis atau kondisi biologis seseorang, bukan akibat roh jahat. Mendapat pertentangan keras dari aliran yang meyakini adanya roh jahat.

3.      Tahap Sakit Mental dan Revolusi Kesehatan Mental
Mulai muncul pada abad ke-17: Renaissance (revolusi Prancis), dengan tokohnya: Phillipe Pinel. Mengutamakan: persamaan, kebebasan, dan persaudaraan dalam penanganan pasien gangguan mental di rumah sakit secara manusiawi. Terjadi perubahan dalam: pemikiran mengenai penyebab gangguan mental dan cara penanganan dan upaya penyembuhan. Tokoh-tokoh lain yang mendukung adalah :
·         William Tuke (abad 18), di Inggris: perlakuan moral pasienasylum
·         .Benjamin Rush (1745-1813), di Amerika Serikat: merupakan bapak kedokteran jiwa Amerika.
·         Emil Kraepelin (1855-1926), di Jerman: menyusun klasifikasi gangguan mental pertama.
·         Dorothea Dix (1802-1887), di Amerika: mengajar dan memberikan bantuan kemanusiaan kepada masyarakat miskin dan komunitas perempuan di penjara.
·         Clifford Beers (1876-1943), di Amerika: pengusaha yang mendirikan gerakan kesehatan mental di Amerika.

4.      Tahap Pengenalan Faktor Psikologis (Abad ke-20)
Merupakan Revolusi Kesehatan Mental ke-2: munculnya pendekatan psikologis (Psikoanalisa) yang mempelopori penanganan penderita gangguan mental secara medis dan psikologis. Tokoh utamanya adalah Sigmund Freud, yang
Kesehatan Mental
Melakukan: penanganan hipnose, katarsis, asosiasi bebas, analisis mimpi. Tujuannya adalah mengatasi masalah mental individu dengan menggali konflik intrapsikis penderita gangguan mental. Intervensi tersebut dikenal dengan istilah penanganan klinis (psikoterapi).

5.      Tahap Multifaktorial
Mulai berkembang setelah Perang Dunia II. Kesehatan mental dipandang tidak hanya dari segi psikologis dan medis, tetapi melibatkan faktor interpersonal. Keluarga, masyarakat, dan hubungan sosial. Interaksi semua faktor tersebut diyakini mempengaruhi kesehatan mental individu dan masyarakat. Merupakan Revolusi ke-3 Gerakan Kesehatan Mental dengan tokohnya: Whittingham Beers (buku ”A Mind That Found Itself”), William James, dan Adolf Meyer. Menurut pandangan ini, penanganan penderita gangguan mental, lebih baik dilakukan sejak tahap pencegahannya, yaitu:
1.      Pengembangan perbaikan dalam perawatan dan terapi terhadap penderita gangguan mental.
2.      Penyebaran informasi yang mengarah pada sikap inteligen dan humanis pada penderita gangguan mental.
3.      Mengadakan riset terkait
4.      Mengembangkan praktik pencegahan gangguan mental.
5.      Adapun organisasi terkait yang berkembang, antara lain: Society for Improvement The Condition of The Insane (London-1842) dan American Social Hygiene Association (AS-1900).

C.    Social Support

Pierce (dalam Kail and Cavanaug, 2000) mendefinisikan dukungan sosial sebagai sumber emosional, informasional atau pendampingan yang diberikan oleh orang- orang disekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis yang terjadi sehari- hari dalam kehidupan. Diamtteo (1991) mendefinisikan dukungan sosial sebagai dukungan atau bantuan yang berasal dari orang lain seperti teman, tetangga, teman kerja dan orang- orang lainnya.

Gottlieb (dalam Smet, 1994) menyatakan dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal maupun non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang didapatkan karena kehadiran orang lain dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihah penerima. Sarafino (2006) menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain, merawatnya atau menghargainya. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Saroson (dalam Smet, 1994) yang menyatakan bahwa dukungan sosial adalah adanya transaksi interpersonal yang ditunjukkan dengan memberikan bantuan pada individu lain, dimana bantuan itu umunya diperoleh dari orang yang berarti bagi individu yang bersangkutan. Dukungan sosial dapat berupa pemberian infomasi, bantuan tingkah laku, ataupun materi yang didapat dari hubungan sosial akrab yang dapat membuat individu merasa diperhatikan, bernilai, dan dicintai.

Rook (1985, dalam Smet, 1994) mendefinisikan dukungan sosial sebagai salah satu fungsi pertalian sosial yang menggambarkan tingkat dan kualitas umum dari hubungan interpersonal yang akan melindungi individu dari konsekuensi stres. Dukungan sosial yang diterima dapat membuat individu merasa tenang, diperhatikan, timbul rasa percaya diri dan kompeten. Tersedianya dukungan sosial akan membuat individu merasa dicintai, dihargai dan menjadi bagian dari kelompok. Senada dengan pendapat diatas, beberapa ahli Cobb, 1976; Gentry and Kobasa, 1984; Wallston, Alagna and Devellis, 1983; Wills, 1984 : dalam Sarafino, 1998) menyatakan bahwa individu yang memperoleh dukungan sosial akan meyakini individu dicintai, dirawat, dihargai, berharga dan merupakan bagian dari lingkungan sosialnya. Menurut Schwarzer and Leppin, 1990 dalam Smet, 1994; dukungan sosial dapat dilihat sebagai fakta sosial atas dukungan yang sebenarnya terjadi atau diberikan oleh orang lain kepada individu (perceived support) dan sebagai kognisi individu yang mengacu pada persepsi terhadap dukungan yang diterima (received support).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah dukungan atau bantuan yangh berasal dari orang yang memiliki hubungan sosial akrab dengan individu yang menerima bantuan. Bentuk dukungan ini dapat berupa infomasi, tingkah laku tertentu, ataupun materi yang dapat menjadikan individu yang menerima bantuan merasa disayangi, diperhatikan dan bernilai.

Faktor- faktor yang mempengaruhi Dukungan Sosial
Menurut stanley (2007), faktor- faktor yang mempengaruhi dukungan sosial adalah sebagai berikut
1.      Kebutuhan Fisik
Kebutuhan fisik dapat mempengaruhi dukungan sosial. Adapun kebutuhan fisik meliputi sandang, pangan dan papan. Apabila seseorang tidak tercukupi kebutuhan fisiknya maka seseorang tersebut kurang mendapat dukungan sosial.
2.      Kebutuhan Sosial
Dengan aktualisasi diri yang baik maka seseorang lebih kenal oleh masyarakat daripada orang yang tidak pernah bersosialisasi di masyarakat. Orang yang mempunyai aktualisasi diri yang baik cenderung selalu ingin mendapatkan pengakuan di dalam kehidupan masyarakat. Untuk itu pengakuan sangat diperlukan untuk memberikan penghargaan.
3.      Kebutuhan Psikis
Dalam kebutuhan psikis pasien pre operasi di dalamnya termasuk rasa ingin tahu, rasa aman, perasaan religius, tidak mungkin terpenuhi tanpa bantuan orang lain. Apalagi jika orang tersebut sedang menghadapi masalah baik ringan maupun berat, maka orang tersebut akan cenderung mencari dukungan sosial dari orang- orang sekitar sehingga dirinya merasa dihargai, diperhatikan dan dicintai.

Klasifikasi Dukungan Sosial
Menurut Cohen & Syme (1985), mengklasifikasikan dukungan sosial dalam 4 kategori yaitu :
1.      Dukungan informasi, yaitu memberikan penjelasan tentang situasi dan segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi individu. Dukungan ini, meliputi memberikan nasehat, petunjuk, masukan atau penjelasan bagaimana seseorang bersikap.
2.      Dukungan emosional, yang meliputi ekspresi empati misalnya mendengarkan, bersikap terbuka, menunjukkan sikap percaya terhadap apa yang dikeluhkan, mau memahami, ekspresi kasih sayang dan perhatian. Dukungan emosional akan membuat si penerima merasa berharga, nyaman, aman, terjamin, dan disayangi.
3.      Dukungan instrumental adalah bantuan yang diberikan secara langsung, bersifat fasilitas atau materi misalnya menyediakan fasilitas yang diperlukan, meminjamkan uang, memberikan makanan, permainan atau bantuan yang lain.
4.      Dukungan appraisal atau penilaian, dukungan ini bisa terbentuk penilaian yang positif, penguatan (pembenaran) untuk melakukan sesuatu, umpan balik atau menunjukkan perbandingan sosial yang membuka wawasan seseorang yang sedang dalam keadaan stres.

Menurut Sheridan & Radmacher (1992):

Pendapat Sheridan & Radmacher (1992) menyatakan bahwa dukungan sosial merupakan transaksi interpersonal yang melibatkan aspek- aspek informasi, perhatian emosi, penilaian dan bantuan instrumental. Ciri- ciri setiap aspek tersebut oleh Smet (1994) dan Taylor (1995), dijelaskan sebagai berikut :
1.      Informasi dapat berupa saran- saran, nasihat dan petunjuk yang dapat dipergunakan oleh korban dalam mencari jalan keluar untuk pemecahan masalahnya.
2.      Perhatian emosi berupa kehangatan, kepedulian dan dapat empati yang meyakinkan korban, bahwa dirinya diperhatiakan orang lain.
3.      Penilaian berupa penghargaan positif, dorongan untuk maju atau persetujuan terhadap gagasan atau perasaan individu lain.
4.      Bantuan instrumental berupa dukungan materi seperti benda atau barang yang dibutuhkan oleh korban dan bantuan finansial untuk biaya pengobatan, pemulihan maupun biaya hidup sehari- hari selama korban belum dapat menolong dirinya sendiri.

Menurut Wangmuba (2009):
Dukungan sosial mencakup dukungan informasi berupa saran nasehat, dukungan perhatian atau emosi berupa kehangatan, kepedulian dan empati, dukungan instrumental berupa bantuan meteri atau finansial dan penilaian berupa penghargaan positif terhadap gagasan atau perasaan orang lain.
Menurut House dalam Depkes (2002) yang dikutip oleh Ninuk (2007;29), dukungan sosial diklasifikasikan menjadi 4 jenis yaitu :
·         Dukungan emosional
Dukungan ungkapan empati, kepedulian, dan perhatikan terhadap orang bersangkutan.
·         Dukungan penghargaan
Terjadi lewat ungkapan hormat atau penghargaan positif untuk orang lain itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan perasaan individu dan perbandingan positif orang dengan orang lain misalnyaorang itu kurang mampu atau lebih buruk keadaannya atau menambah harga diri.
·         Dukungan instrumental.
Mencakup bantuan langsung misalnya dengan memberi pinjaman uang kepada orang yang membutuhkan atau menolong dengan memberi pekerjaan pada orang yang tidak punya pekerjaan.
·         Dukungan informative
Mencakup pemberian nasihat, saran, pengetahuan, informasi serta petunjuk.

Menurut Sheridan dan Radmacher (1992), Sarafino (1998) serta Taylor (1999); membagi dukungan sosial kedalam 5 bentuk, yaitu :
·         Dukungan instrumental (tangible or instrumental support)
Bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi yang dapat memberikan pertolongan langsung seperti pinjaman uang, pemberian barang, makanan serta pelayanan. Bentuk dukungan ini dapat mengurangi kecemasan karena individu dapat langsung memecahkan masalahnya yang berhubungan dengan materi. Dukungan instrumental sangat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dianggap dapat dikontrol.
·         Dukungan informasional (informational support)
Bentuk dukungan ini melibatkan pemberian informasi, pengetahuan, petunjuk, saran atau umpan balik tentang situasi dan kondisi individu. Jenis informasi seperti ini dapat menolong individu untuk mengenali dan mengatasi masalah dengan lebih mudah.
·         Dukungan emosional (emotional support)
Bentuk dukungan ini melibatkan rasa empati, ada yang selalu mendampingi, adanya suasanya kehangatan, dan rasa diperhatikan akan membuat individu memiliki perasaan nyaman, yakin, diperdulikan dan dicintai oleh sumber dukungan sosial sehingga individu dapat menghadapi masalah dengan lebih baik. Dukungan ini sangat penting dalam menghadapi keadaan yang dianggap tidak dapat dikontrol.
·         Dukungan pada harga diri (esteem support)
Bentuk dukungan ini berupa penghargaan positif pada individu, pemberian semangat, persetujuan pada pendapat individu dan perbandingan yang positif dengan individu lain. Bentuk dukungan ini membantu individu dalam membangun harga diri dan kompetensi.
·         Dukungan dari kelompok sosial (network support)
Bentuk dukungan ini akan membuat individu merasa menjadi anggota dari suatu kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktivitas sosial dengan kelompok. Dengan begitu individu akan memiliki perasaan senasib.

Cakupan Dukungan Sosial
Menurut Saranson (1983) yang dikutip oleh Kuntjoro (2002), dukungan sosial itu selalu mencakup 2 hal yaitu :
1.      Jumlah sumber dukungan sosial yang tersedia
Merupakan persepsi individu terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan saat individu membutuhkan bantuan (pendekatan berdasarkan kuantitas).
2.      Tingkat kepuasan akan dukungan sosial yang diterima
Tingkatan kepuasan akan dukungan sosial yang diterima berkaitan dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi (pendekatan berdasarkan kualitas).

Sumber-sumber Dukungan Sosial
Menurut Rook dan Dootey (1985) yang dikutip oleh Kuntjoro (2002), ada 2 sumber dukungan sosial yaitu sumber artifisial dan sumber natural.
1.      Dukungan sosial artifisial
Dukungan sosial artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan sosial akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial.
2.      Dukungan sosial natural
Dukungan sosial yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupanya secara spontan dengan orang- orang yang berada di sekitarnya, misalnya anggota keluarga (anak, isteri, suami dan kerabat), teman dekat atau relasi. Dukungan sosial ini bersifat non- formal.

Sumber dukungan sosial yang bersifat natural berbeda dengan sumber dukungan sosial yang bersifat artifisial dalam sejumlah hal. Perbedaan tersebut terletak dalam hal sebagai berikut ;
·      Keberadaan sumber dukungan sosial natural bersifat apa adanya tanpa dibuat- buat sehingga lebih mudah diperoleh dan bersifat spontan.
·      Sumber dukungan sosial yang natural memiliki kesesuaian dengan norma yang berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan.
·      Sumber dukungan sosial yang natural berakar dari hubungan yang telah berakar lama.
·      Sumber dukungan sosial yang natural memiliki keragaman dalam penyampaian dukungan sosial, mulai dari pemberian barang- barang nyata hingga sekedar menemui seseorang dengan penyampaian salam.
·      Sumber dukungan sosial yang natural terbebas dari beban dan label psikologis .

Menurut Wangmuba (2009), sumber dukungan sosial yang natural terbebas dari beban dan label psikologis terbagi atas :
·      Dukungan sosial utama bersumber dari keluarga.
Mereka adalah orang- orang terdekat yang mempunyai potensi sebagai sumber dukungan dan senantiasa bersedia untuk memberikan bantuan dan dukungannya ketika individu membutuhkan. Keluarga sebagai suatu sistem sosial, mempunyai fungsi- fungsi yang dapat menjadi sumber dukungan utama bagi individu, seperti membangkitkanpersaan memiliki antara sesama anggota keluarga, memastikan persahabatan yang berkelanjutan dan memberikanrasa aman bagi anggota- anggotanya.
Menurut  Argyle (dalam Veiel & Baumann,1992), bila individu dihadapkan pada suatu stresor maka hubungan intim yang muncul karena adanya sistem keluarga dapat menghambat, mengurangi, bahkan mencegah timbulnya efek negatif stresor karena ikatan dalam keluarga dapat menimbulkan efek buffering (penangkal) terhadap dampak stresor. Munculnya efek ini dimungkinkan karena keluarga selalu siap dan bersedia untuk membantu individu ketika dibutuhkan serta hubungan antar anggota keluarga memunculkan perasaan dicintai dan mencintai. Intinya adalah bahwa anggota keluarga merupakan orang- orang yang penting dalam memberikan dukungan instrumental, emosional dan kebersamaan dalam menghadapi berbagai peristiwa menekan dalam kehidupan.
·      Dukungan sosial dapat bersumber dari sahabat atau teman.
Suatu studi yang dilakukan oleh Argyle & Furnham (dalam Veiel & Baumann,1992) menemukan tiga proses utama dimana sahabat atau teman dapat berperan dalam memberikan dukungan sosial. Proses yang pertama adalah membantu meterial atau instrumental. Stres yang dialami individu dapat dikurangi bila individu mendapatkan pertolongan untuk memecahkan masalahnya. Pertolongan ini dapat berupa informasi tentang cara mengatasi masalah atau pertolongan berupa uang. Proses kedua adalah dukungan emosional. Perasaan  tertekan dapat dikurangi dengan membicarakannya dengan teman yang simpatik. Harga diri dapat meningkat, depresi dan kecemasan dapat dihilangkan dengan penerimaan yang tulus dari sahabat karib. Proses yang ketiga adalah integrasi sosial. Menjadi bagian dalam suatu aktivitas waktu luang yang kooperatif dan diterimanya seseorang dalam suatu kelompok sosial dapat menghilangkan perasaan kesepian dan menghasilkan perasaan sejahtera serta memperkuat ikatan sosial.
·      Dukungan sosial dari masyarakat, misalkan yang peduli terhadap korban kekerasan.
Dukungan ini mewakili anggota masyarakat pada umumnya, yang dikenal dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan dilakukan secara profesional sesuai dengan kompetensi yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Hal ini berkaitan dengan faktor- faktor yang mempengaruhi efektifitas dukungan sosial yaitu pemberi dukungan sosial. Dukungan yang diterima melalui sumber yang sama akan lebih mempunyai arti dan berkaitan dengan kesinambungan dukungan yang diberikan, yang akan mempengaruhi keakraban dan tingkat kepercayaan penerima dukungan.
Proses yang terjadi dalam pemberian dan penerimaan dukungan itu dipengaruhi oleh kemampuan penerima dukungan untuk mempertahankan dukungan yang diperoleh. Para peneliti menemukan bahwa dukungan sosial ada kaitannya dengan pengaruh- pengaruh positif bagi seseorang yang mempunyai sumber- sumber personal yang kuat. Kesehatan fisik individu yang memiliki hubungan dekat dengan orang lain akan lebih cepat sembuh dibandingkan dengan individu yang terisolasi.

Komponen- komponen dalam Dukungan Sosial

Para ahli berpendapat bahwa dukungan sosial dapat dibagi ke dalam berbagai komponen yang berbeda- beda. Misalnya menurut Weiss Cutrona dkk (994;371) yang dikutip oleh Kuntjoro (2002), mengemukakan adanya 6 komponen dukungan sosial yang disebut sebagai “The social provision scale” ,dimana masing- masing komponen dapat berdiri sendiri- sendiri, namun satu sama lain saling berhubungan. Adapun komponen- komponen tersebut adalah ;
1.      Kerekatan emosional (Emotional Attachment)
Merupakan perasaan akan kedekatan emosional dan dan rasa aman. Jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan seseorang memperoleh kerekatan emosional sehingga menimbulkan rasa aman bagi yang menerima. Sumber dukungan sosial semacam ini yang paling sering dan umum adalah diperoleh dari pasangan hidup atau anggota keluarga atau teman dekat atau sanak saudara yang akrab dan memiliki hubungan yang harmonis.
2.      Integrasi sosial (social integrasion)
Merupakan perasaan menjadi bagian dari keluarga, tempat seseorang berada dan tempat saling berbagi minat dan aktivitas. Jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan seseorang untuk memperoleh perasaan memiliki suatu keluarga yang memungkinkanya untuk membagi minat, perhatian serta melakukan kegiatan yang sifatnya rekreatif atau secara bersamaan. Sumber dukungan semacam ini memungkinkan mendapat rasa aman, nyaman serta memiliki dan dimilki dalam kelompok.
3.      Adanya pengakuan (Reanssurance of Worth)
Meliputi pengakuan akan kompetensi dan kemampuan seseorang dalam keluarga. Pada dukungan sosial jenis ini seseorang akan mendapat pengakuan atas kemampuan dan keahliannya serta mendapat penghargaan dari orang lain atau lembaga. Sumber dukungan semacam ini dapat berasal dari keluarga atau lembaga atau instansi atau perusahaan atau organisasi dimana seseorang bekerja.
4.      Ketergantungan yang dapat diandalkan (Reliable alliance)
Meliputi kepastian atau jaminan bahwa seseorang dapat mengharapkan keluarga untuk membantu semua keadaan. Dalam dukungan sosial jenis ini, seseorang akan mendapatkan dukungan sosial berupa jaminan bahwa ada orang yang dapat diandalkan bantuannya ketika sseorang membutuhkan bantuan tersebut. Jenis dukungan sosial ini pada umunya berasal dari keluarga.
5.      Bimbingan (Guidance)
Dukungan sosial jenis ini adalah adanya hubungan kerja ataupun hubungan sosial yang dapat memungkinkan seseorang mendapat informasi, saran, atau nasehat yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan dan mangatasi permasalahan yang dihadapi. Jenis dukungan sosial ini bersumber dari guru, alim ulama, pamong dalam masyarakat, dan juga figur yang dituakan dalam keluarga.
6.      Kesempatan untuk mengasuh (Opportunity for Nurturance)
Suatu aspek penting dalam hubungan interpersonal akan perasaan yang dibutuhkan oleh orang lain. Jenis dukungan sosial ini memungkinkan seseorang untuk memperoleh perasaan bahwa orang lain tergantung padanya untuk memperoleh kesejahteraan. Sumber dukungan sosial ini adalah keturunan (anak- anaknya) dan pasangan hidup.
7.      Aspek hubungan sosial pada pasien
Seseorang yang hubungannya dekat dengan keluarganya akan mempunyai kecenderungan lebih sedikit untuk stres  dibandingkan seseorang yang hubungannya jauh dengan keluarga (Stanley, 2007).

Heller dkk (1986) mengemukakan ada 2 komponen dukungan sosial, yaitu;

1.      Penilaian yang mempertinggi penghargaan
Komponen penilaian yang mempertinggi penghargaan mengacu pada penilaian seseorang terhadap pandangan orang lain kepada dirinya. Seseorang menilai seksama evaluasi seseorang terhadap dirinya dan percaya dirinya berharga bagi orang lain. Tindakan orang lain yang menyokong harga diri seseorang, semangat juang dan kehidupan yang baik.
2.   Transaksi interpersonal yang berhubungan dengan kecemasan
Komponen transaksi interpersonal yang berhubungan dengan  kecemasan mengacu pada adanya seseorang yang memberikan bantuan ketika ada masalah. Seseorang memberikan bantuan untuk memecahkan masalah dengan menyediakan informasi untuk menjelaskan situasi yang berhubungan dengan kecemasan. Bantuan ini berupa dukungan emosional, kognitif yang distruktur ulang dan bantuan instrumental.
Bentuk Dukungan Sosial
Menurut Kaplan and Saddock (1998), adapun bentuk dukungan sosial adalah sebagai berikut ;
1.      Tindakan atau perbuatan
Bentuk nyata dukungan sosial berupa tindakan yang diberikan oleh orang disekitar pasien, baik dari keluarga, teman dan masyarakat.
2.      Aktivitas religius atau fisik
Semakin bertambahnya usia maka perasaan religiusnya semakin tinggi. Oleh karena itu aktivitas religius dapat diberikan untuk mendekatkan diri pada Tuhan.
3.      Interaksi atau bertukar pendapat
Dukungan sosial dapat dilakukan dengan interaksi antara pasien dengan orang- orang terdekat atau di sekitarnya, diharapkan dengan berinteraksi dapat memberikan masukan sehingga merasa diperhatikan oleh orang di sekitarnya.
Dampak Dukungan Sosial
Dukungan sosial merupakan bantuan atau dukungan yang diterima individu dari orang- orang tertentu dalam kehidupannya. Diharapkan dengan adanya dukungan sosial maka seseorang akan merasa diperhatikan, dihargai dan dicintai. Dengan pemberian dukungan sosial yang bermakna maka seseorang akan mengatasi rasa cemasnya terhadap pembedahan yang akan dijalaninya (Suhita, 2005).
Dukungan sosial dapat memberikan kenyamanan fisik dan psikologis kepada individu dapat dilihat dari bagaimana dukungan sosial mempengaruhi kejadian dan efek dari keadaan kecemasan. Lieberman (1992) mengemukakan bahwa secara teoritis dukungan sosial dapat menurunkan munculnya kejadian yang dapat mengakibatkan kecemasan. Apabila kejadian tersebut muncul, interaksi dengan orang lain dapat memodifikasi atau mengubah persepsi individu pada kejadian tersebut dan oleh karena itu akan mengurangi potensi munculnya kecemasan.
Dukungan sosial juga dapat mengubah hubungan antara respon individu pada kejadian yang dapat menimbulkan kecemasan. Kecemasan itu sendiri mempengaruhi strategi untuk mengatasi kecemasan dan dengan begitu memodifikasi hubungan antara kejadian yang menimbulkan kecemasan dan efeknya. Pada derajat dimana kejadian yang menimbulkan kecemasan mengganggu kepercayaan diri dan dukungan sosial dapat memodifikasi efek itu.

Sheridan and Radmacher (1992), Rutter, dkk. (1993), Sarafino (1998) serta Taylor (1999); mengemukakan 2 model untuk menjelaskan bagaimana dukungan sosial dapat mempengaruhi kejadian dan efek dari keadaan kecemasan, yaitu:

1.      Model efek langsung
Model ini melibatkan jaringan sosial yang besar dan memiliki efek positif pada kesejahteraan. Model ini berfokus pada hubungan dan jaringan sosial dasar. Model ini juga dideskripsikan sebagai instruktur dari dukungan sosial yang meliputi faktor status perkawinan, keanggotaan dalam suatu kelompok, peran sosial dan keikutsertaan dalam kegiatan keagamaan.
2.      Model buffering
Model ini berfokus pada aspek dari dukungan sosial yang berperilaku sebagai buffer dalam mempertahankan diri dari efek negatif dari kecemasan. Model ini mengacu pada sumber daya interpersonal yang akan melindungi individu dari efek negatif kecemasan dengan memberikan kebutuhan khusus yang disebabkan oleh kejadian yang mengakibatkan kecemasan. Model ini bekerja dengan mengerahkan kembali hal- hal yang menimbulkan kecemasan atau mengatur keadaan emosional yang disebabkan oleh hal- hal tersebut. Model ini berfokus pada fungsi dukungan sosial yang melibatkan kualitas hubungan sosial yang ada.
Dukungan sosial ternyata tidak hanya memberikan efek positif dalam mempengaruhi kejadian dari efek kecemasan. Dalam Sarafino (1998) disebutkan beberapa contoh efek negatif yang timbul dari dukungan sosial, antara lain :
·         Dukungan yang tersedia tidak dianggap sebagai sesuatu yang membantu. Hal ini dapat terjadi karena dukungan yang diberikan tidak cukup, individu merasa tidak perlu dibantu atau terlalu khawatir secara emosional sehingga tidak memperhatikan dukungan yang diberikan.
·         Dukungan yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan individu.
·         Sumber dukungan memberikan contoh buruk pada individu seperti melakukan atau menyarankan perilaku tidak sehat.
·         Terlalu menjaga atau tidak mendukung individu dalam melakukan sesuatu yang diinginkannya. Keadaan ini dapat mengganggu program rehabilitasi yang seharusnya dilakukan oleh individu dan menyebabkan individu menjadi tergantung pada orang lain.

Dimensi Dukungan Sosial
Menurut Jacobson (1986), dukungan sosial meliputi 3 hal, diantaranya ;
1.      Emotional support, meliputi ; perasaan nyaman, dihargai, dicintai dan diperhatikan.
2.      Cognitive support, meliputi ; informasi, pengetahuan dan nasehat.
3.      Material support, misalnya ; bantuan atau pelayanan berupa sesuatu barang dalam mengatasi masalah.

Kategori Dukungan Sosial
Menurut Nursalam (2003), dukungan sosial keluarga dikategorikan menjadi ;
1.      Dukungan sosial kurang dengan skor < 7
2.      Dukungan sosial cukup dengan skor 8 – 13
3.      Dukungan sosial kurang dengan skor 14 – 20


Daftar Pustaka

  • Richard P.Halgin & Whitbourne. 2011. Psikologi Abnormal. Jakarta: Salemba Humanika.
  • Gerald C.Davison dkk. 2010. Psikologi Abnormal. Jakarta : Rajawali pers
  • Bimo Walgito. 1989. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Penerbir Andi
  • Syamsu Yusuf. 2009. Mental Hygiene. Bandung : Maestro
  • Hasan Langgulung. 1986. Teori-Teori Kesehatan Mental. Jakarta: Pustaka Al-Husna.
  • Froland, C., Brodsky, G., Olson, M., & Stewart, L. 2000. Social Support and Social Adjustment: Implications for mental health proffesionals. Community Mental Health Journal, 36 (1), 61-75